Kamis, 16 Desember 2010

PENDEKATAN KERANGKA KONSEPSIONAL PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH VERSI UU NO.22 TAHUN 1999 DAN UU NO.25 TAHUN 1999 "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintahan daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan. Tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat. Sejak ditetapkannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 (UU No. 22/1999) tentang pemerintahan daerah, maka di daerah telah dibangkitkan oleh euforia otonomi daerah karena adanya perubahan-perubahan hampir keseluruh tatanan pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun di daerah itu sendiri.
Otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab, menurut pandangan masyarakat dan para pejabat-pejabat pemerintahan ditingkat daerah, merupakan arus balik kekuasaan dan kewenangan yang selama ini bersifat sentralisasi yang hanya memikirkan kepentingan pemerintah pusat saja, sedangkan daerah merasa kurang diperhatikan.
Suasana euforia tersebut semakin terasa dampaknya dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah daerah baik melalui Peraturan Daerah (Perda), Keputusan Kepala Daerah, bahkan sampai kepada berbagai tindakan masyarakat yang mengarah kepada kepentingan kelompok ataupun sebagian masyarakat tanpa memperhatikan dampak yang diakibatkan oleh tindakan meraka itu sendiri antara lain :
a. Penerbitan berbagai Peraturan Daerah (Perda) tentang pungutan dan rebribusi yang menambah beban masyarakat.
b. Adanya izin pengolahan hutan oleh pemerintah daerah.
c. Adanya izin pengolahan lahan pertambangan oleh pemerintah daerah.
d. Timbulnya sengketa batas kelautan dalam hal yang menyangkut lahan pantai dan laut, seperti adanya tuntutan Kabupaten Tangerang untuk mendapatkan 22 pulau dikepulauan Seribu DKI Jakarta.
e. Dilakukannya upaya pengkaplingan laut di daerah dengan alasan menunjuk pasal 3 dan pasal 10 UU No. 22 / 1999.
Disamping itu Undang-undang No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah masih dirasakan belum dapat memberikan manfaat yang diharapkan oleh daerah, sehingga masing-masing berusaha dengan segala upaya untuk menambah keuangan daerahnya melalui berbagai cara dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Sementara itu mengenai timbulnya konflik sumber daya alam (SDA) di daerah masih sering terjadi dan sulit ditemukan solusinya, tarik-menarik antara kepentingan masyarakat yang masih berlandaskan kepada hukum adat setempat di daerah masih harus berhadapan dengan ketentuan hukum formal yang berlaku. David Osborne (1996) dalam bukunya, Reinventing Government, menyatakan bahwa dalam pembaharuan pemerintahan maka tujuan daripada terbentuknya pemerintahan adalah untuk mempercepat tercapainya tujuan masyarakat. Masyarakat yang bebas dari rasa takut, komunitas yang sejahtera dan terhindarkan dari ancaman kerusakan lingkungan hidup, masyarakat yang mampu mengakses pada berbagai fasilitas yang tersedia, serta berbagai keinginan lain yang merupakan tuntutan hidup manusia dalam suatu komunitas.
Di Indonesia upaya untuk mencapai masyarakat yang sejahtera masih terus dihadapkan kepada berbagai kendala dengan segala aspeknya yang sangat menghambat laju pertumbuhan ekonomi, sosial dan proses perubahan sistem sentralisasi kearah desentralisasi berbagai kewenangan dari Pusat ke Daerah.
Dampak otonomi daerah apabila dilihat dari keterkaitannya dengan berbagai perubahan yang terjadi, adalah merupakan upaya perubahan yang direncanakan sebagaimana maksud dan tujuan dikeluarkannya UU No. 22 / 1999 dan UU No. 25 / 1999 tersebut diatas. Melalui kedua Undang-undang tersebut (Sadu Wasistiono, 2001) ingin dibangun berbagai paradigma baru di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada filosofi Keanekaragaman Dalam Kesatuan. Paradigma yang ditawarkan antara lain :
a.Kedaulatan rakyat.
b.Demokratisasi.
c.Pemberdayaan masyarakat.
d.Pemerataan dan keadilan.
Selain perubahan sosial terjadi pula perubahan dimensi struktural yang mencakup hubungan antara pemerintahan daerah, hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, hubungan antara eksekutif dan legislatif serta perubahan pada struktur organisasinya. Perubahan dimensi fungsional dalam lembaga pemerintahan daerah dan lembaga masyarakat terjadi sejalan dengan perubahan pada dimensi kultural sebagai dampak otonomi daerah yang meliputi faktor kreativitas, inovatif dan berani mengambil resiko, mengandalkan keahlian, bukan pada jabatan atau kepentingan saja tetapi lebih jauh lagi adalah untuk mewujudkan sistem pelayanan masyarakat dan membangun kepercayaan masyarakat (trust) sebagai dasar bagi terselenggaranya upaya pelaksanaan otonomi daerah diseluruh pelosok tanah air Indonesia.
Didalam suatu negara, kekuasaan pemerintahan dibagi-bagi dalam unit-unit kekuasaan baik yang bersifat horisontal seperti lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara maupun yang bersifat vertikal berdasarkan teritorial yaitu adanya pemerintahan daerah sebagai bentuk pelaksanaan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Desentralisai adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat (nasional) kepada pemerintah lokal/daerah dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan keputusannya dikenal sebagai otonomi daerah. Dengan pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari desentralisasi (Muchlis Hamdi, 2001). Sebagai sautu prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan modern, desentralisasi menjanjikan banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di tingkat lokal/ daerah. Dengan demikian akan dapat berkembang suatu cara pengelolaan kewenangan dan sumber daya untuk dapat memberikan kemudahan bagi pelaksanaan aktivitas yang berlingkup nasional dan juga secara bersamaan akan secara nyata mengakomodasikan aspirasi pada tingkat lokal/daerah.

Menurut telaah konseptual, desentralisasi pada umumnya dapat dilihat dari dua sisi/bersisi ganda yaitu : meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pemerintah Pusat (Nasional) dan mengaktualisasikan representrasi lokalitas. Menurut pendapat Smith (1985) yang dikutip oleh Muchlis Hamdi (2001) yang pertama disebut dekonsentrasi dan yang kedua disebut devolusi yang di Indonesia lebih dikenal sebagai desentralisasi.

Dari kedua aspek desentralisasi tersebut terlihat secara nyata adanya kehendak untuk memuat jarak yang lebih dekat pemerintahan kepada masyarakat sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hubungan ini maka pemerintah daerah akan memiliki tingkat akuntabilitas dan daya tanggap yang tinggi dalam menyikapi perkembangan masyarakat. Pemerintah Daerah juga dapat memberikan pelayanan pemerintahan dalam substansinya.

Pemerintah daerah merupakan tempat kaderisasi yang dapat membentuk pula calon-calon pemimpin nasional.Dengan demikian desentralisasi akan menuju kepada terselenggaranya pemerintahan yang demokratis dan partisipatif, meningkatkan daya tanggap dan akuntabilitas para pemimpin daerah, serta adanya kesesuaian yang lebih nyata dalam berbagai jenis pelayanan dari segi jumlah, mutu dan konposisi pelayanan pemerintahan dengan kebutuhan masyarakatnya. Ini berarti bahwa desentralisasi pada dasarnya akan berfokus pada persoalan pelaksanaan dan pengembangan otonomi daerah, sampai seberapa jauh suatu pemerintah dan masyarakat daerah dapat memenuhi aspirasi mereka berdasarkan prakarsa dan kegiatan pengelolaan oleh mereka sendiri.
Dalam bukunya yang berjudul cara mudah memahami Otonomi Daerah I. Widarta (2001;2) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan otonomi daerah. Otonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani : Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan. Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.

Dengan pengertian bahwa desentralisasi merupakan upaya mengelola suatu kondisi daerah yang bervariasi baik dalam lingkup maupun dalam derajatnya, maka penyelenggaraan desentralisasi dilakukan diatas berbagai prinsip (Muchlis Hamdi, 2001). Prinsip pertama adalah prinsip pendemokrasian, melalui desentralisasi akan dapat dibangun suatu kehidupan pemerintahan yang demokratis, begitu juga penyelenggaraan desentralisasi hanya dapat berlangsung dimulai dalam kehidupan pemerintahan yang demokratis. Prinsip kedua adalah prinsip keaneragaman sebagai pengakuan adanya keadaan daerah yang berbeda dan dengan desentralisasi dapat dikelola dengan respontif, efisien dan efektif. Prinsip ketiga berkenaan dengan pelaksanaan prinsip subsidiaritas, melalui desentralisasi diharapkan akan terwujud kesempatan pemerintah dan masyarakat di daerah untuk mengambil prakarsa dalam membuat kebijakan dan program sesuai dengan kebutuhan, keadaan dan potensi yang mereka miliki.

Namun demikian ada 11 jenis kewenangan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah kota meliputi :
•Pekerjaan umum.
•Kesehatan.
•Pendidikan dan kebudayaan.
•Pertanian.
•Perhubungan.
•Industri dan perdagangan.
•Penanaman modal.
•Lingkungan hidup.
•Pertanahan.
•Koperasi.
•Tenaga kerja.

Dalam ketentuan umum undang-undang ini yang dimaksud dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembiayaan dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional, demokrasi, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pembagian kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Dalam pelaksanaannya, perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut disamping mengatur sumber-sumber pembiayaan daerah juga memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, kewajiban pengembalian pinjaman Pemerintahan Pusat serta subsidi kebutuhan masyarakat.

Dana ini dialokasikan untuk membantu pembiayaan kebutuhan tertentu, yaitu yang merupakan program nasional, atau merupakan kegiatan/ program yang tidak terdapat di daerah lain
•Dana itu termasuk yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40% untuk daerah.
•Program yang dibiayai dengan dana alokasi khusus harus didampingi dengan dana pendamping yang bersumber dari penerimaan umum APBD.
•Dalam negeri (dari Pemerintah Pusat, atau dengan penerbitan obligasi).
•Luar negeri, dengan persetujuan dan melalui Pemerintah Pusat.
Sesuai Keputusan Presiden No. 181/2000 tentang DAU Propinsi dan Kabupaten/KotaTahun Anggaran 2001, untuk 29 Propinsi dan 273 Kabupaten/Kota, maka DAU terbesar adalah propinsi Jawa Timur (37 Kab/Kota) dengan nilai Rp. 8,7 Triliun, sedangkan DAU terkecil adalah Propinsi Bangka Belitung (3 Kabupaten/Kota), sebesar Rp. 321 milyar.
Dengan mengambil 20 Kabupaten/Kota sebagai contoh dari hampir 340 Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia, dapat dilihat bahwa betapa besar pengaruh DAU terhadap APBD di Daerah.

Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa daerah masih besar ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat dalam hal pendanaan, disisi lain daerah harus dapat memajukan tingkat perekonomian rakyat, sedangkan guna mencapai pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu hal yang cukup pelik dengan berbagai hambatan, dan kendala yang tidak mungkin diatasi dalam waktu singkat dan memerlukan peran serta masyarakat serta perubahan ekonomi Makro pada tingkat Nasional
Faktor pengantian UU Otonomi Daerah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;(Ricky)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar