Sabtu, 11 Desember 2010

HUKUM DALAM KONTEK NILAI- NILAI KEBUDAYAAN MANUSIA "OLEH" RICKY IDAMAN SH.MH

HUKUM SEBAGAI BUDAYA MANUSIA
Oleh : Ricky Idaman SH.MH
Alumni Program Pasca Sarjana UNAND - Sumatra Barat – Indonesia

Pengantar
Sebuah wacana yang mungkin dapat menjadi sebuah renungan kedepan untuk kita simak lebih dalam akan makna yang hakiki dari teori dasar ilmu hukum, dimana kita pahami dan kita jelas dalambertindak berlaku dan menilai tentang hokum akan maksud dn tujuan nya, sehingga Supremasi hokum yang didambakan dapat terwujutkan dengan baik sebagaimana mestinya.
Saya pribadi sangat prihatin dengan masalah sosial sekarang ini, seperti penegakan Hak Azazi Manusia (HAM) tampak agak kerterlaluan melampau batas yang dilihat dari hakikat nilai-nilai yang didasari oleh Hak dan kewajiban pada sesama manusia dan pada Negara. Pemahaman hokum dan hakikatnya disamakan dengan peraturan perundang-undangan pada dasarnya Hukum itu adalah moralitas dan budaya manusia berpikir berlaku dan bertindak, senentara peraturan perundang-dangan adalah wujut dari bentuk penegakan hukum itu sendiri yang dibuat oleh manusia sebagai kontrak social bermasyrakat berfungsi sebagai rambu-rambu yang harus diataati dan dipatuhi. Melangar hukum dimaknai sebagai pelanggaran norma-norma dasar telah disepakati bersama sebagai pedoman dasar dimana masyarakat itu berada.
Inilah masalah hukum yang sebenarnya dalam Negara yang sedang berkembang dimana pemaknaan hakikat hukum itu sendiri belum sempura dipahami leh seluruh rakyat dan pemimpin bangsa ini, sehingga satu sama lainnya saling tuding dan menyalahkan satu dengan lainnya. Kalau begini kapan kita akan bisa maju kalau kita masih mempermasalahankan semua ini dengan keruncingan ujung tombak dan pena dengan mata pisau nya yang tumpul.
Pandangan Umum Tentang Hukum
Hukum adalah suatu ketentuan yag berlaku d diberlakukan sebagai aturan yang harus ditaati dan di patuhi oleh manusia dimana manusia itu berada. Lalu kita bertanya mengapa harus ada hukum di duna ini ? apakah hukum itu suatu yang wajib ada..? bagaimana kalau tidak ada hukum didunia ini..? bagaimana membuat ketetntuan hukum itu…? lalu siapa yang menegakan hukum itu..?
Ini pertanyaan filsafah yang harus di jawab “ w Friedmann “ dalam bukunya legal teory mengungkapkan bahwa hukum adalah bagian dari masyarakat dalam bemasyarakat karena hokum adalah unsure pokok dari nlai-nilai yang social kemasyarakatan yang menitik beratkan kpada keteratran dan ketentraman serta jaminan untuk hidup berkehidupan yang layak. Pemikran yang serupa juga berangkat dari sebuah renungan pilosuf-pilosuf yang terdahulu tentang gambaran masa lalu untuk masa sekarang menurut pemikiran-pemikiran serta paham-paham yang di budidayakan menjadi suatu kebudayaan bagi masyarakatkan sendiri, sehingga bermacam-acam paham berkembang dan bertahan atau berubah disaat ini, hingga nanti tak terubah kecuali pada suatu generasi nanti menginginkan perubahan itu sendiri, maka hukum itu dapat di katagorikan sebagai salah satu unsure nilai-nilai dasar kebudayaan manusia.
Menurut sejarah Hukum berangkat dari KONSTITUSI (Undang-undang Dasar) yang bermakna sebuah tractat atau kontrak social tentang berdirnya sebuah Negara dimana berkembang semenjak 624- 404 Sebelum Masehi di Athena dengan hal ini di koleksi oleh Aristoteles 158 buah konstitusi Negara. Dimana mempunyai arti suau kumpulan-kumpulan ketentuan serta peraturan-peraturan yang dibuat oleh para kaisar-kaisar atau preator.
Inti dari Konstitusi itu adalah kekuasaan tertinggi (Ultimete power) ini dari kaisar roma, bentuk lain yang muncul adalah L,’Etat General ini di Francis, ordo et unitas ini di Romawi dimana telah member inspirasi bagi tumbuhnya paham “ Demokrasi perwakilan “ dan “ Nasionalisme” sebagai cikal bakal menjadi konstitusi baru dipermukaan bumi ini. Di francis lahirlah sebuah buku yang berjudul “ Contrac social “ karya JJ. Rousseau dengan pemikiran intinya adalah manusia itu lahir bebas dan sederjat dalam hak-haknya “ tentang hkum beliau berpendapa adala ekspresi dari kehendak umum kemudian kita sebut dengan kehendak rakyat(social contrac)
Fakor-faktor Daya Ikat Konstitusi
Aspek yang menyentuh iidang ini adalah aspek Politik yang mempunyai hubungan dengan system kekuasaan dan birokrasi dalam suatu sistem negara, dan aspek moral adalah aspek yang menentukan nilai-nilai luhur budaya manusia dalam bertindak berpikir dn berlaku dalam masyarakat itu sendiri sebagai budaya dan ciri-ciri khas manusia itu sendiri, aspek hukum itu mempunyai aturan ketentuan etika yang berlaku sebagai rambu-rambu dan pembatasan-pembatasan ruang gerak agar tetap berada pada lingkaran-lingkaran yang harus di patuhi, artinya berlaku bersikap bertindak sebatas yang telah di tetapkan dapat dinyatakan benar, bilal telah keluar dari garis ketentuan maka dinyatakan bersalah, bla ada kesalalahan yang telah di putusan oleh sebuah lembaga yang sah di bidang yang telah di tetatpan sebagai lembaga peradilan maka dapat dinyatakan melanggar hukum dengan dikenakan sanksi-sanksi yang diakibatkan dari perbuatan tersebut. Sanksi hukum adalah bagian dari pertangungjawaban dari kesalahan tersebut bukan hanya sekedar untuk membalas/ pembalasan tapi untuk membangun kesadaran guna lebih taat pada aturan yang berlaku.
Mengapa harus ada Hukum..?
Menurut KC . Where yang berangkat dari konsep ilmu hukum positif mengukapkan bahwa konstitusi dibuat oleh rakyat atas nama rakyat, dan pembuatannya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang sah, untuk ditaati dan di patuhi secara bersama sama sebagai peraturan perundang-undangan. Sementara Zip Pelius mengembangkan konsep ini denganmengatakan bahwa konstitusi itu di buat untuk membatas kekuasaan-kekuasaan agar satu samalainnya saling terlindungi dan antara satu sama lainnya saling melindungi satu lainnya sehingga tidak ada yang dirugikan akibat penetapan-pentapanya bak itu putusa pemerntah, putusan kehakiman atau kebijakan penguasa dalam mejalankan tugas Negara , artinya harus memnuhi standar keadilan dan kebenaran.
Bagaimana dengan politik ?
Suatu hal menarik untuk dimana pernyataan hukum melalui peraturan perundang-undangan sebagai produk politik yang dihubungkan dengan factor kekuasaan. Hubungannya erat sekali dengan Supremasi Hukum (Penegakan Hukum ) yang jadi masalah dimasa sekarang ini.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam hal ini ada beberapa pengungkapan yang harus kita dudukan pokok dilemanya adalah :
1. Diperlukan adanya peraturan perundang-undangan sebagai apresiasi masyarakat dalam upaya supremasi Hukum tersebut.
2. Diperlukan adanya unsur SDM penegakan hukum yang profesional dan bermoral serta dapat bertangungjawab penuh akanpenyelenggaraan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai wujut perlindungan hukum bagi semua pihak.
3. Diperlukannya kesadaran hukum dan kesadaran moral dan menjadikan nilai-nilai budaya dalam masyaraat sehingga tujuan hukum tercapai dengan sempurna sesuai dengan maksud dan tujuan hukum yang mulia.

Bagaimana dengan Moral..?
Kalau kita bicara moral kita akan dudukan tentang kebiasaan manusia dan kebiasaan itu adalah budaya yang ada didalam dirinya dan masyarakat dimana dia berada serta diakui sebagai ketentuan hubungan dengan sesama manusia dengan konsep dasarnya kata “ malu” dalam makna terasa akan lebih tinggi bila kita dapat menjalankan aturan dan ketentuan umum, daripada kita suka melanggar apa yang jadi aturan yang di atur dalam berlaku umum dalammasyarakat sebagaisebuah pengakua bersama (Tractat) dankontrak social (social kntrak) yang tidak tertulis kemudin kia sebut dengan hukum adat (hukum tidak tertulis.
Ada orang mendudukan sebagai rasa takut, ini merupakan bagian dari konsep nilai-nilai budaya yang kita dudukan bukan hanya sekedar malu tapi juga takut akan sanksi yang di jatuhkan terikat dengan nilai-nilai harkat martabat dimata manusia dan dimata yang kuasa (Tuhan)
Ada orang mengungkapkan dengan makna jera , artinya jera mempunyai hubungan yang erat dengan “rasa takut “ dimana akibat dari perbuatannya yang dilakukan tergolong perbuatan melawan/melanggar hukum akan dikenakan sanksi yang mengakibatkan kerugian secara materi dan kerugian atas nama baik.
Menurut pilusuf ‘ Paul Scholten” keputusan moral adalah otonom/teronom yakni kehendak tuhan yang mengarah kepada ciptaan-ciptaanya sebagai landasan terdalam dalam penetapannya kemudian disebut dengan hukum abadi. Ada sanksi yang tidak tertulis dalam ketentuan ini adalah seerti rasa mau, rasa bersalah, dan rasa takut.


Bagaimana dengan Etika Hukum ..?
Etika adalah sikap dan prlaku sebagai sebuah kepribadian yang dijadikan kebiasaan hidup dalam berlaku dan bersikap. Etika Hukum adalah tatakrama dalam hormat menghoramati dan harga menghargai secara selaras dan seimbang sehingga koneknya akanmemnuhi rasa keadilan tersebut sebagamana yang dimaksud dengan tujuan dan maksud dari ketentuan hukum tu sendiri.
Kondisi Sekarang , kedepan dan sebuah harapan Serta Kepastian …!
Bangsa kita sedang rapuh akan ketertipan dan keamanan serta ketentraman, dimana orang serba takut dan ketakutan untuk mengambil keputusan dan kebijakan ini dari sisi kelembagaan kepemerintahan Negara. Masyarakat merasa tidak puas akan keputusan dan keetapan negara sehingga demontrasi menjadi marak. Demontarsi-demntrasiitu pada prinsipnya hak tapi pada giliran akhirnya akanmengancam ketertipan masyrakat, sehingga tujuan yang baikmejadi bentuk yang paling buruk. Semua disebabkan akan ketidak percayaan public kepada pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat yang kurang professional dalammelaksanakan tugas dan fungsinya sehingga menkondisikan bangsa ini semakin berantakan,dan gejolak politik yang sedang bergejolak secara global dalam semua aspek dan bentuk.
Hukum sebagai sumber utama dalam penyelenggaraan ketatanegaraan menjadi permasalahan dan memihak pada kepentinga kekuasaan ( upaya bertahan dalam birokrasi) dan krisuh dan kerusuhan menjadi topic pembicaraan di media cetak dan mediatelevisi dan media internet sehingga kridibilitas pemerintah semakin renah arti tidak lagi di percaya.
Sendi-sendi persatuan kesatuan yang di lambangkan dalam konsep “ Bineka Tungal Ika “ menjadi rawan dengan adanya kekuaaan-kekuasan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijaksanaan sebagi wjut otonomi daerah yang intinya pelimpahan da pembagian kekusaan dalam penerapannya menjadi rancu dmana membentuk aja-raja kecil di daerah terkesan lebih berkuasa dari Pemerintah Pusat, maka terjadilah blokade-blokade kepentingan Putra Asli Daerah (PAD) akibatnya apa kualitas SDM yang seharusya dapat dimamfaatkan oleh Pemerintah Daerah karena formasinya penuh terabakan dengan kebijakannya terkait dengan unsur kpetingan politik dikaitkan dengan kepentingan pertahanan dalam kekuasaan di daerah.
Dengan kerapuhan dan kegoyahan tersebut diatas maka kita berharap adanya suatu penemuan baru yang diakui sebagai sesuatu solusi yang menang “ win solution” yang dapatenjembatan pnuntasan masalah nasional dari arus global yang mengancam perpecahan daam negeri sendiri.
Dampak buruk yang akan muncul bl perpercahan terus berlkelanjutan , maka dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa kita galang rasa tangungjawab berbangsadan bernegara dengan memperbaiki itikat dan niat untuk membangun bangsa ini semenjak dari pucuk pimpinan Negara samapi keseluruh lapisan masyarakat Indonesa “ bersatu kita teguh bercerai kita runtuh “ (Ricky Idaman SH.MH) 12122010
Daftar Pustaka
1.W.Fried Mann dalam bukunya “ legal Theory “ penerbit, Colombia Univ 1960
2.H. Dahlan Thalib SH.MH dalam bukunya “ Teory Hukum dan Konstitusi “ penerbit Radja Prasindo Persada Jakarta.1984
3.Paul Spker dalam bukunya “ Social Police” penerbit Prentice Hall New York 1980
4.Moh. Kusnardi SH Dkk dalam bukunya “ Ilmu Negara “ penerbit “ Gaya media Pratama Jakarta 1999
5.Ir Soekarno Dkk dalam bukunya “ Manusia dan masyarakat baru Indonsia “ Penerbit Balai Pustaka Jakarta 1960.

Image and video hosting by TinyPic

Tidak ada komentar:

Posting Komentar