Kamis, 30 Desember 2010

SUMATRA BARAT TIDAK MUNGKIN JADI DAERAH ISTIMEWA, MELAINKAH HANYA DAERAH KHUSUS " BY" RICKY IDAMAN SH.MH

SUMATRA BARAT TIDAK MUNGKIN JADI DAERAH ISTIMEWA, MELAINKAH HANYA DAERAH KHUSUS


Membaca tulisan Indra Dewata Kepala Kota Padang dan sekaligus Dosen UNP pada harian pada epkspres halaman 4 kolom 2 opini dengan judul " DAERAH ISTIMEWA MINANGKABAU " ini jadi lucu kira-kira apa istimewa daerah minangkabau..? dan apa dampaknya kalau di bangun daerah istimewa minangkabau..? ini berbahaya atas kelansungan alam minangkabau itu sendiri sebab Provinsi Sumatra Barat menjadi provinsi adalah gabungan dua wilayah adat yakni nagari asal adalah 3 luhak yakni Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak 50, dan dan daerah rantau erdiri dari pasisia, Padang Pariaman, Pasaman Malaya, jadi akan terbentuk pemecahan daerah artinya ada provinsi "minangkabau" yang terdiri dari Luhak Tanah Datardan LuhakAgam serta Luhak 50 koto " dan terbentuk provinsi " Rantau Alam Minangkbau" apa kah ini tidak rancu jadinya...?


Saya tidak habis pkir dengan pemikiran penulis ini Indra Dewata, apa yang terpikir kemana orientasinya ,pada hari sebelumnya kita di hebohkan oleh " KKM 2010 " azas materinial akan di geser kepada bentuk patrenial isue ini berkembang hebat di Provinsi Sumatra Barat, sekarang akan muncul masalah baru dari pemikiran pejabat daerah dan staff pengajar UNP sedikit banyaknya ada pengaruh bagi masyarakat minangkabau terjadi pro dan kontra tentang " Daerah Istimewa Minangkabau " baginya saat ini sebagai kepala Bapeda dan dosen di UNP Padang..kalau hanya bertumpu pada sistem matrenial yang dihndalkan tidaklah kuat dan kita golongan orang melayu jadi pantasnya kita menggabungkan diri ke Provinsi Sumatra Selatan sebagai petua kita kelompok melayu, baca kembali baik-baik kisah candi muara takus kita akan bertemu siapa kita sebenarnya orang MInangkabau.


Apa yang cocok buat Provinsi Sumatra Barat..?


Mengingat sejarah besar pernah terjjadi di Negeri ini adalah Kota Bukittinggi pernah menjadi Ibukota Sumatra sebelum kita merdeka dan menjadi Ibu Kota Sumtara Tengah masa Pemerintahahn Republik Indonesia Semenara dan Ibu Kota Republik Indonesia masa PRDI dan dan menjadi Ibu Kota Kabupaten Agam masa Pembangunan, nah kalau ini kita bahas untukj adi Daerah Khusus masuk diakal, berdasarkan sejarah.



Jadi jangan pernah kita memikirkan yang bukan-bukan dan terhanyut akan pernyataan kesultanan Jogyakarta menetapkan daerah Istimewa, kita dibesarkan dengan sistem Demikrasi bukan dengan sistem kerajaan di ingatkan dasar prinsiple minangkabau " bulek aia dek pambuluah bulek kato dek mupakakek..saciok ba ayam sadantiang bak basi .. kalurah samo manurun ka bukik samo mandaki " nah mana bisa kita akan dijadikan dareah istimewa sementara kita selaras dengan paham ajaran nasional " Deokrasi " (Ricky)

Rabu, 29 Desember 2010

PENGANTAR PEMAHAMAN HUKUM DAN KESADARAN HUKUM " BY " RICKY IDAMAN SH.MH

PENGANTAR PEMAHAMAN HUKUM DAN KESADARAN HUKUM " BY " RICKY IDAMAN SH.MH


1. Pemahaman tentang Hukum


Hukum adalah bagian utama dari disiplin ilmu pengetahuan kemasyarakatan tentang rasa periksa dan harga menghargai hormat menghormati, serta menjujung ting rasa kemansian, hal ini kita bicara moral sebagai hak milik peribadi yang hakiki yang tersemt dalam jiwa setiap manusia.


Secara ilmu fisikologi adalah jiwa dan rasa serta karsa yang baku berupa bibit yang abadi artinya tak pernah mati untuk saling menjaga dan melindugi diri dan sesama dari semua aspekyang akan menyesetkan atau yang akan mencelakakan.


Secara ilmu pengetahuan sosiologi, kita melihat adanya hubungan baik dan harmonis ditehgah masyarakat karena azas dasar manusia ini " zoon politicum " artinya manusia adalah makluk sosial satu samalainnya saling membutuhkan untuk itu perlu dijaga adalah hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan tuhan sebagai maha pencipta.


Secara ilmu hukum murni kemudian kita sebut sebagai aturan peraturan adalah konsep yang di tentukan setiapperbuatan yang baik dan buruk yang benar dan salah. Kelaziman manusia sering berlaku salah atas ke alfaan nya baik disengaja atau tidak dapat diterima atau tidak atas kesalahan tersebut, secara ilmu hukum berorientasi pada aliran hukum positif perlu pengaturan dengan penetapan sanksi-sanksi atas pelakunya melalui peradilan yang telah di beri wewenang sesuai dengan yang telh di tetapkan dalam sistem kenegaraan " yudikatif " yang berdiri sendiri tanpa intervensi pihak manapun. Inilah wujut tangungjawab negara sebagai penangungjawab sistem pemerintahan dan penyelenggaraan sah berbadan hukum.


2. Siapa yang bertangungjawab atas SUPREMASI HUKUM


Ini pertanyaan besar yang harus dijawab bersama secara serentak satu suara satu kata " BANGSA DAN NEGARA ' artinya semua tangungjwab kita bersama dengan menumbuhkan nilai-nilai yang hakiki atas konsepsional dan komitment ketentuan yang kita buat dengan langkah-langkah yang tepat dan efesien bagi penyelenggara negara bersama tahapan-tahapan denganmenggunakan media yang telah ada di berdayakan semaksimal umngkin seperti bidang kependidikan, pemberdayaan masyarakat, potensi Lembaga Swadaya Masyarakat.


3. Bagaimana langkah keadarah kesdaran dan penegakan hukum itu


Ini program yang efektifadalah melalui media pendidikan formal dan informal serta lembaga lain nya yang relevan dengan program bidang kependidikan.

Pedoman Penghayatan Pngamalan Paca Sila (P4) dimasa pereintahan Soeharto itu kini dianggap tidak perlu ,sekarang harus di pertimbangkan kembali guna dilaksanakan untuk pembentukan kesdaran dan nilai-nilai dasar panca sila dan UUD 1945 serta penegakan hukum di Indnesia yang kini telah rapuh.


4. Kesimpulan


a. Ilmu Hukum adalah ilmu yang menuntun manusia untuk berlaku baik, sebagaimana yang dituangkan peraturan perundang-undangan secara positifdan prilaku sosial budaya manusia.

b. Dengan keadaan rapuhnya kesadaran hukum dinegara ini kita perlu kembali menghidupkan Penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Panca Sila (P.4) bagi siswa SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi/ serta CPNS/TNI/Polri sebagai sayarat untuk lulus LPJ khusunya.(Ricky291210)

Minggu, 26 Desember 2010

POLISI DAN TUKANG PARKIR PERUSAK KEPARIWISATAAN KOTA BUKITTINGGI-SUMBAR "BY"RICKY IDAMAN SH.MH

POLISI DAN TUKANG PARKIR PERUSAK KEPARIWISATAAN KOTA BUKITTI-SUMBAR "BY"RICKY IDAMAN SH.MH


Bukittinggi kota wisata komitment pernyataan Pemerintah Daerah yang harus di singkapi dengan pola yang tepat seingga prospek pembangunan derah dapat di singkapi dengan efesien dan tepat guna. Dikota ini setiap hari libur penuh dengan wisatawan dari kota yang ada si lingkungan Provinsi, atau dari luar provinsi Sumbar seperti Riau Jambi dan Bengkulu serta medan atau aceh.


Keadaan yang begitu potensi tinggi dirusak oleh para tukan parkir yang melanggar aturan perda yang ditetapkan Rp.2.000,- untuk mobil an 1.000,- untuk kendaraan bermotor ternyata dalam terapannya tukan parkir mengambil tagihan Rp.5.000,- untuk mobil dan Rp.3.000 ,-untuk sepeda motor sejenaisnya.


Pemerintah Kota Bukittinggi dalam kenyataan nya tidak melaksanakan tugas dengan baik dan membiarkan penerapan pelanggaran Peraturan Daerah tentang Parkir, maka dari sini muncul pertanyaaan yang aling peting utuk Walikota dan jajarannya di Bukittinggi-Sumbar ;

1. Masih konsisten kah Walikota Bukittinggi " bukittinggikota wisata..."

2. Pengawasan daerah daerah terhadap peneyelenggaraan ketertipan kepariwisataan sudah sampai dimana..?

3. Petugas parkir yang telah di tetapkan apakah sudah dibina mental nya..?

4. Penindakan dilapangan terhadap petugas parkir sudah dilakukan..?

5. Pelayanan lalu lintas oleh polisi dalam sektor kpariwisataan sudah ada komitment dengan pemko..?



Pada sisi lain Polisi lalu lintas main tilang saja terhadap kendaraan yang berkunjung ke Kota Bukittinggi terhadap pengunjung kota Bukitttinggi seharusnya membantu para tamu menunjukan arah jalan yang seharusnya di tempuh. Begitu juga tukang parkir menagih tarif parkir seenaknya di legalkan pejabat daerah. Pariwisata itu sangat erat hubunganya dengan pelayanan kenyamanan dan keindahan artinya tata ruang kota menyenangkan.
Kesimpulan sementara dapat saya ungkapkan bahwa kota Bukittinggi belum dapat dikatakan sebagai kota wisata...!!!!artinya pelayanan sangat rendah dalam sektor kepariwisataan di kota ini.


semuanya belum dilaksanakan malah terkesan memampaakan kondisi untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok orang, sehingga semua pejabat kota Bukittinggi tutup mata dengan kondisi ini.


DPRD Kota Bukittinggi tidak pedili kondisi


Dari yang tampak oleh mata mereka sendiri malah membiarkan semua itu terjadi apakah ini hasil kunjungan kerja atau study banding yang telah menelan biaya pendapatan daerah ..? kalau boleh saya bertanya ...masih dianggap perlu study banding bagi DPRD Kota Bukittinggi...? kalau tak perubahan lebih baik untuk kesejahteraan rakyat paling utama daripada dana jalan-jalan DPRD yang memang sudah Aman Nyaman Sejuk (ANS)


Seharusnya nya DPRD KOta BUkittinggi harus telaten dan cepat tanggap sehingga jajaran dilingkungan pemerintahan daerah kota bukittinggi cepat dan segera melakukan tindakan tegas, kalau tidak dilakasanakan pejabatnya yang di tegur dianggap atau dijatuhkan sanksi kelalaian tangungjawab atas tugas dan fungsinya.


Penutup


semoga tulisan ini dapat bermamfaat bagi pejabat yang mengambil keputusan semenjak dari Walikota Bukittinggi ketua DPRD Kota Bukittinggi dan pejabat eselon II.a,II.b dan yang berwenang segera mengambil tindakan preemtif dan prevemtif.(Ricky)

Minggu, 19 Desember 2010

PENDEKATAN TEORITIS / KONSEPSIONAL OTONOMI PENDIDIKAN " BY" RICKY IDAMAN SH..MH

I. Pendalaman Teoritis

Hubungan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat diatur dalam Undang–Undang Dasar 1945. Hubungan Pemerintah Pusat antar lembaga lebih lanjut diatur Undang–Undang dengan memperhatikan kekhasan dan keragaman daerah (UUD 45 pasal 18.A). Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri berdasarkan kepada azas Otonomi dan tugas pembantuan.
Otonomi Daerah adalah hak,wewenang,dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan perundang – undangan. Hubungan kewenangan masing–masing daerah terkait dalam bidang: keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam,dan sumber daya lainnya, dalam bentuk hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan (Pasal 1 dan pasal 2 ayat Undang Undang Nomor : 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah ayat.5). Otonomi daerah ini diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih mempercepat proses dan kualitas pelayanan kepada masyarakat ( pasal 18.a ayat. 1 dan 2 serta pasal 18.b ayat 1 dan 2 Undang – Undang Dasar 1945 Amondemen).

Otonomi dalam pendidikan pada dasarnya menyangkut penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang berdasarkan kepada peraturan dan perundang–undangan yang berlaku (pasal 18 Undang – undang Nomor ; 32 Tahun 2004).
Otonomi pendidikan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 14 Peraturan Perintah Nomor: 25 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor.41 Tahun 2007 tentang: Kewenangan Pemerintah Daerah yang isinya adalah :
a.Kewenangan dalam penyelenggaraan Pendidikan di daerah terkait dengan program pendidikan nasional.
b.Kewenangan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah terkait dengan kebijakan dalam penetapan formasi dan promosi jabatan dan pemindahan ( mutasi ) pegawai dan tenaga edukatif dalam lingkungan pendidikan didaerah.
c.Kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pengawasan pelaksanaan otonomi pendidikan di daerah.
d.Kewenangan dalam penetapan dan penyusunan program pendidikan didaerah pada sub-bidang rencana dan strategi pelaksanaan pendidikan.
e.Kewenangan yang diberikan dalam otonomi pendidikan sebatas program pendidikan dasar yang terdiri dari tingkat SD dan SMP / Sederjad.
Menurut Prayoga (2000) hal yang perlu diperhatikan dalam otonomi pendidikan adalah: Pertama, penataan dan peningkatan kemampuan sistem kelembagaan, iklim dan proses pendidikan yang demokratis serta peningkatan mutu pendidikan. Kedua peran serta masyarakat sehingga program pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dapat di topang secara utuh. Ketiga adalah peningkatan kualitas dan akuntabilitas pendidikan dan lembaga pendidikan.
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal penyelenggaraan kependidikan sebagaimana yang dituangkan dalan Undang-Undang Nomor: 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam pasal 14 poin (6) mengenai penyelenggaraan pendidikan dan alokasi Sumber Daya Manusia potensial, dan kewenangan Propinsi dalam penyelengaraannya. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan hanya sejauh pelaksanaan pendidikan dasar dan pendidikan menengah umum serta kejuruan masih di dikuasai melalui pemerintahan provinsi oleh pemerintah pusat, serta penetapan kurikulum dan perpindahan (Mutasi daerah) merupakan kewenangan pemerintahan pusat.
Tujuan pemberian otonomi bidang kependidikan berdasarkan kepada azas dasar yakni peningkatan dan pertumbuhan serta kemampuan kopetensi daerah dalam pembangunan pada sektor prendidikan sehingga diharapkan adanya peningkatan pelayanan dan kualitas pendidikan secara nasional. Namun demikian Otonomi bidang pendidikan dalam pelaksanaannya masih terkait dengan pemerintah pusat seperti; .pengaturan pelaksanaan dan penilaian Ujian Nasional (UN) dan Penentuan standar kelulusan dalam Ujian Nasioanl (UN).
Menurut Peraturan Pemerintah nomor: 25 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor.41 tahun 2007 tentang juklak teknis otonomi pemerintah daerah bidang kependidikan yang dilimpahkan ke daerah sebagai berikut:
a.Penetapan standarisasi kopetensi siswa serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional dan pedoman pelaksaanaan.
b.Penetapan standar materi pelajaran pokok.
c.Penetapan persyaratan problem dan penggunaan gelar.
d.Penetapan pedoman biaya pembiayaan pendidikan.
e.Penetapan persyaratan penerimaan, pindah sertifikasi siswa, peserta wajib belajar, mahasisiwa.
f.Pemamfaatan hasil penelitian arkiologi nasional, galeri, nasional,pemafaatan naskah sumber arsip musium, monument, yang diakui secara nasional.
h.Penetapan kalender pendidikan nasional, jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, pendidikan luar sekolah.
i.Pengaturan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta pengaturan sekolah internasional.
j.Pembinaan pengembangan bahasa sastra indonesia..

Kewenangan dalam bidang kependidikan dapat dilaksanakan berupa :
1.Penyusunan Rencana dan Strategi Bidang Kependidikan
2.Penyelenggaraan Bidang Kependidikan dalam bentuk pola umum yang telah diatur sebelumnya dengan perangkat aturan yang disusun berdasarkan petunjuk yang telah di tetapkan oleh Departemen Terkait.
3.Pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan Kependidikan yang berdasarkan aturan yang telah ada dari Departemen Pendidikan Nasional.
4.Penetapan Formasi kelembagaan dalam penyelenggaraan Bidang Kependidikan daerah.
5.Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah dan penerimaan Tenaga Guru Bantu serta Guru Honor.

Ketentuan umum pelaksanaan otonomi Pendidikan pelaksanaan Otonoi Pendidikan harus didasarkan kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku secara positif serta memenuhi ketentuan hukum yang berlaku secara nasional, dan selaras dengan kemampuan daerah masing-masing.
Ketentuanya telah di tetapkan sebagai dasar pelaksanaan program pendidikan nasional di daerah dan harus unduk pada pengaturan tersebut diatas, berdasarkan kepada Undang Undang Nomor : 10 Tahun 2003 tentang system perundang-undangan di Indonesia.
Merujuk kepada kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan merupakan suatu kewenangan yang merupakan suatu pelaksanaan program nasional di daerah, didasarkan kepada pasal 18 Undang–Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah mempunyai 12 kewenangan, salah satunya adalah bidang pendidikan.
Secara konseptual pelimpahan bidang kependidikan dari pemerintah kepada pemerintah daerah untuk mempercepat proses peningkatan kualitas pelayanan program pendidikan nasional di daerah, sehingga tujuan pendidikan yang didasarkan kepada pasal 31 tentang pendidikan Undang undang Dasar 1945 dapat diwujutkan dengan nyata, sebagai berikut :

1.Penyusunan Strukturisasi Dinas Pendidikan
Pembentukan strukturisasi sektor pendidikan dalam lingkungan Pemerintah Daerah di tentukan oleh kebutruhan daerah setempat dengan memperhatikan peraturan dan ketentuan berlaku secara umum didasarkan kepada ketententuan Undang-undang Nomor.32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah, Undang undang Nomor.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendiDikan Nasional Peraturan Pemerintah Nomor.25 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor.41 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi. Maka dengan diserahkannya bidang pendidikan kedalam kewenangan Pemerintah Daerah maka bertambah beban pikul pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerahnya, dimana dalam pelaksanaannya mempunyai kewenangan antara lain sebagai berikut :
a.Peralihan status Pegawai Negeri Sipil Pusat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah.Segala biaya dan pembiayaan peralihan ditangung oleh Pemerintah Daerah.

b.Penyusunan program Rencana Kerja dan strategi pelaksanaan disusun berdasarkan kebutuhan Pemerintah Daerah, dengan berorientasi kepada Peraturan dan Perundang – Undangan yang berlaku.

Dalam Keputusan Mentri Nomor: 007/U/2003 tentang sistem dan dan mekanisme perencanaan tahunan Departemen Pendidikan Nasional, pada pasal menimbang, sub-b menjelaskan bahwa perencanaan tahunan pendidikan Nasional merupakan bagian dari keseluruhan sistem perencanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya dalam ketentuan umum Bab.II pasal 2 berbunyi Sistem dan mekanisme perencanaan bertujuan memberikan pedoman bagi Unit kerja Pemerintah di Pusat atau di daerah dalam rangka menyusun rencana, program, dan anggaran bidang pendidikan, pemuda olah raga secara terpadu. Hal ini bertumpu kepada aspek propesional dan proposional bidang pelayanan kepada masyarakat, dalam bentuk yang sempit atau bentuk yang luas.

c.Pelaksanaan Restrukturisasi dalam bidang kependidikan, serta pelaksanaan pemutasian Pegawai Negeri Sipil dari lingkungan Dinas Pendidikan kepada Unit Pelaksanaan Teknis ( UPT ) dan penempatan diluar lingkungan Pendidikan kepada lingkungan yang ada pada Pemerintah Kota Bukittinggi bagi yang membutuhkan.

d.Melaksanakan program pendidikan dengan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Dinas Propinsi Sumatra Barat, dalam rangka mengambil kebijakan dalam
penyelenggaraan Pendidikan di Daerah.

e.Memberikan pelayanan yang baik terukur dan terarah kepada masyarakat, tentang program pendidikan nasional dan memberikan informasi secara terbuka dan transparan, mudah di baca dan mudah di dapatkan, baik melalui media masa atau media elektronik.

f.Pembinaan dan pengembangan karier Guru
Peningkatan penyetaraaan dan sertifikasi guru adalah suatu protek bagi seorang pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas mengajar dan belajar guna meningkatkan mensukseskan program pendidikan secara nasional.( Pasal.1 UU No.14 Tahun 2005 )
Dalam media pendidikan sekarang sebagaimana yang dimaksud dengan undang undang guru tersebut adalah jaminan untuk kualitas, pada dasarnya kualitas tidak hanya ditentukan oleh sertifikasi saja termasuk juga pengalaman yang dinilai dari masa kerja seorang guru, dan dipengaruhi oleh kurikulum yang digunakan serta kemampuan daerah serta kemampuan sekolah dihubungkan dengan kemampuan masyarakat.
Dilihat dari media pendidikan bila sistem pendidikan dan kurikulum yang statis (tetap) memang sertifikasi tersebut tidak perlu dituntut adalah pengalaman kerja, bila melihat kenyataan sekarang sistem dan kurikulum bergerak dan berubah maka terjalin hubungan yang erat antara kepentingan dalam pihak yang berkepentingan dalam satu sistem.

2.Pembinaan, pengembangan Bidang Pendidikan
Berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah khusus pada bidang Kependidikan, maka dalam penyelenggaraaanya pihak Pemerintah Daerah harus mampu dan bertangungjawab atas Rencana dan penyusunan Program Umum pendidikan sehingga mencapai maksud dan tujuan pendidikan dalam semua aspek dan bentuk pelaksanaannya.
Rencana dan strategi yang dilakukan oleh Pihak Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi adalah pemampaatan dana yang bersumberkan dari dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah guna menunjang pelaksanaan program Pendidikan, sehingga relevan dan mencapai target tujuan umum pendidikan secara nasional.
Dalam Pengusulan dan penyusunan Anggaran Pendidikan, yang dituangkan dalam Rencana dan Strategi ( Renstra ) Pendidikan, Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi sebagai penangungjawab pendidikan di Daerah membuat garisan pokok dalam bentuk Visi dan Misi Pendidikan sebagai dasar penuangan konsepsi penyusunan usulan mata anggaran yang akan di gunakan, untuk program 5 ( Lima ) tahun

2.Pelayanan bidang pendidikan
Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yakni tujuan pelimpahan kewenagan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan tepat serta akurat kepada masyarakat.

Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan bidang pendidikan kepada masyarakat harus memenuhi standar umum pelayanan berupa pelayanan umum serta pengadaan sarana prasarana pendidikan yang layak bagi masyarakat luas, sehingga dapat memenuhi formasi kelayakan standarisasi nasional.
Bidang pendidikan pendidikan selama ini di tangani oleh Pemerintah Pusat dan baru diserahkan pada tahun 2001 yang lalu, maka aset yang ada diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk diurus dan tangulangi segala macam akibat penyerahan kewenangan tersebut menjadi beban bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan sebaik mungkin.

3.Peningkatan Sarana dan Prasarana.
Sektor pendidikan tak pernah lepas dari masalah sarana dan prasarana yang sangat menentukan maju atau mundurya sektor ini, adapun elemen–elemen yang menentukan klafikasi kualitas dan kuantitas pendidikan yang telah dilaksanakan.
Peningkatan saran dan prasarana adalah suatu keharusan dalam pelaksanaan program pendidikan dimana membutuhkan pembiayaan yang tinggi sehingga menuntut profesionalisme dan proprosionalisme dalam penetapan penyusunan program yang dituangkan dalam rencana strategi dan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah.19). Dalam penelitian Balitbang Departemen Pendidikan Nasional implikasi bidang otoinomi pendidikan dihadapkan kepada masalah sistem manajemen dan strategis pelaksanaan di daerah guna mencapai tujuan pendidikan nasional secara konsekwen selaras dengan visi misi pemerintah daerah.

3.Bidang Pengembangan Pendidikan

a. Padikma Pendikan Nasional
Sistem Kurikulum nasional telah dibangun selama tiga daswarsa pada kenyataanya belum mampu menjawab kebutuhan dan tantangan maksud dan tujuan pendidikan secara nasional.
Selama ini prioritas yang ditinjolkan adalah pemerataan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan yang layak, namun masih kita dapatkan angka-angka yang menunjukan masih belum tercapainya standar minimal anak usia dini mendapat pendidikan yang layak pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD,SMP dan setara.
Ditingkat lokal tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan sangat mendasar menutut adanya realisasi perbaikan sistem yang mengarah keada kontek kemajuan yang berbentuk adil,terbuka, dan demokratis dalam sistem manajemen dan pengaturan yang kuat sebagai dasar penentuan hak dan kewajiban serta kewenangan-kewenangan dalam erat otonomi sekarang ini.

Pemerintah Daerah adalah lembaga yang mempunyai kewenangan penuh dalam penyelenggaraan program pendidikan nasional di daerah mempunyai tangungjawab penuh terhadap penyelenggaraannya berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor,.25 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor.41 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Pergeseran struktur kewenangan sistem administrasi kependidikan ini suatu mumentum yang tepat untuk melakukan reformasi sistem dan pengelolaan pendidikan di sekolah, sebab selama ini pendidikan didominasi oleh Pemerintah Pusat terbukti kurang efektif. Hal ini akan memperluas akses pendidikan dan peningkatan mutu yang telah di dapatkan sebelumnya tercapau dengan sempurna, suatu harapan dari aplikasi penyerahan kerwenangan dalam kontek otonomi daerah yang luas serta bertangungjawab.
Otonomi pendidikan adalah pilihan yang sangat tepat untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum dengan demikian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memilih strategi pembangunan dan pengembangan pendidikan didaerah.
Pola yang dipakai oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pendidikan khusus dilingkungan Direktorat jendral pendidikan dasar dan menengah adalah pedidikan berbasis sekolah ( school bassed education )

Pengembangan pola ini kurang berhasil dalam pelaksaaanya disebabkan oleh beberapa hal yang mendasar yakni ;

II Pedalaman Teoritis dan Konsepsional

1.Akuntanbilitas dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada masyarakat masih sangat rendah, laporan pertangungjawaban dilakukan pada Pemerintrah saja,
masyarakat hanya menerima laparan umum rapat BP.3 sekolah.

2.Pemberdayaan Sumber Daya Manusia yang ada tidak optimal, serta rendahnya anggaran pendidikan yang tersedia, serta rendahya partispasi masyarakat.

3.Keterbatasan kemampuan sekolah mengikuti perubahan yang terjadi dilingkungannya dengan alasan berbagai paktor yang mempengaruhinya yaitu, sosial politik, ekonomi keuangan, budaya dan ilmu pengetahuan yang cepatr tumbuh berkembang.

4.Keterbatasan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dijadikan sebagai motor penggerak sektor pendidikan baik secara struktural ataupun secara fungsional nya.

5.Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara sekolah sudah berkurang karena tidak terbuka dan kurang bertangungjawab.

6.Partisipasi masyarakat sangat rendah membantu pelaksanaan program pendidikan pada dasarnya menelan biaya yang sangat tinggi.

7.Keterbatasan kemampuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN) dalam pembiayaan program pendidikan secara nasional disebabkan oleh kebutuhan sektor perbaikan striktur dan infrastruktur dalam masyarakat sangat mendesak untuk dibangun dilkuar sektor prndidikan.

b.Penerapan Pendidikan danKurikulum Nasional

Kurikulum yang dikembangkan bersandarkan konsep (competency basic curiculum) adalah suatu metode secara konperatif di konposisikan dengan kemampuan dasar dalam satuan lingkungan pendidikan yang terdiri dari (1) satuan kemampuan sekolah di sekolah (2) satuan kemampuan orang tuan siswa (3) satuan kemampuan daya serap siswa (4) satuan kemampuan masyarakat disekitarnya.

Sebagai langkah awal penerapan kurikulum ini diawalai dengan peraturan mentri Pendidikan Nasional dikenal dengan kurilum 1994 dan pola Cara Belajar Siswa Aktif (CBA) dilanjutkan dengan Kurikulum 2004 dengan pola Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK) pada tahun 2006 di tetapkan lag dengan sistem Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan perubahan-perubahan sistem kurikulum pada prinsipnya untuk menuju kemajuan kualitas pendidikan.

Bidang pengembangan dan penerapan kurikulum diatur dalam Kepmentdepdiknas No.22/U/2005, tentang standar Isi Pendidikan dimana terkait dengan kualitas dan kuanitas berhubungan dengan akreditasi sekolah secara nasional. Kepmentdiknas No.23 tahun 2005, tentang standar Kelulusan Ujian Nasional.
Pada pasal 6 Peraturan Mentri Pendidikan nasional Nomor.23 Tahun 2006 menjelasakan bahwa (a) melakukan sosialisasi Peraturaturan Mentri Pendidikannasional Nomor.22 Tahun 2006 disusn oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) terhadap duru dan pengawas dan relevan dengan program pendidikan lainnya memalui Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) atau Pusat Pengembangan Mutu Pendidikan Guru (PPPG) (b) melakukan sosialisasi Peraturaturan Mentri Pendidikan nasional Nomor.22 Tahun 2006 disusn oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) terhadap duru dan pengawas dan relevan dengan program pendidikan lainnya melalui yang disusun oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kabupaten/Kota dan Dewan Pendidikan.(c) membantu Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota dalam penjaminan mutu satuan pendidikan dasar menengah agar dapat memenuhi Peraturan Mentri Nomor.22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dan Peraturan Mentri Nomor.23 Tahun 2006 tentang standar kopetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Kepmendikan.No.19 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan KurikulumStandar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Komite Pendidikan yang didasarkan kepada Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor.044/U/2002 tentang Pembentukan tugas dan fungsi Komite Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan tangungjawab Pemerintah Daerah dalam pembiayaan operasional dan pengawasannya secara umum dan bukan merupakan bagian dari struktural Dinas Pendidikan.
Komite Pendidikan berdiri secara indenpenden bertangungjawab kepada Walikota begitu juga komite sekolah dilingkungan masing-masing pada satuan tingkat pendidikan, dimana fungsi dan tugasnya sebagai mitra pemerintah dan mitra sekolah serta masyarakat dalam pengendalian dan pengawasan pelaksanaan program pendidikan.
1.Memberikan saran dan pendapat pendapat kepada kepala Dinas Pendidikan untuk menyususun dan melaksanakan program pendidikan secara umum dan keseluruhan.
2.Memberikan pertimbangan – pertimbangan atas kebijakan kepala Dinas Pendidikan atas kebijakan yang diambil dan ditetapkan.
3.Memberikan saran dan pertimbangan dalam penyusunan rencana dan strategi program penyelenggaraan kependidikan.
4.Bertangunjwab kepada Walikota Bukittinggi.

d.Kewenangan Kepala Sekolah.

1.Menyususun dan membuat, serta mengesahkan RAPBS.
2.Melaksanakan program umum sesuai dengan visi dan misi pendidikan di Kabupaten dan Kota.
3.Melaksanakan visi dan misi sekolah yang ditetapkan bersama komite sekolah.
4.Melaksanakan tugas dan fungsi kepala sekolah sebagaimana ketentuan dan peraturan yang berlaku.
5.Membuat keputusan dalam penyelenggaraan kependidikan dilingkungan sekolah yang dipimpin, sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku.
6.Bertangunjawab kepada Kepala Dinas Pendidikan

e. Kewenangan Komite Sekolah

1.Memberikan arahan dan petunjuk kepada kepada kepala sekolah dalam penyelenggraan sekolah khusus dalam pembinaan dan pengembangan sekolah serta pemungutan – pemungutan dalam lingkungan sekolah.
2.Memberikan pendapat dan pandangan terhadap keputusan yang diambil atau yang akan diambil oleh kepala sekolah dalam melaksakan tugas dan fungsinya.
3.Menerima dan menyampaikan keinginan dan apresiasi peserta didik / wali murid dilingkungan sekolah.
4.Mengamati dan memberi pendapat dalam penyusunan RAPBS.
5.Bertangunjawab pada Komite Pendidikan.

f.Penyusunan/Pengesahan Rencana Strategi

Dalam Keputusan Mentri Nomor: 007/U/2003 tentang sistem dan dan mekanisme perencanaan tahunan Departemen Pendidikan Nasioanl, pada pasal menimbang, sub-b menjelaskan bahwa perencanaan tahunan pendidikan Nasional merupakan bagian dari keseluruhan sistem perencanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya dalam ketentuan umum Bab.II pasal 2 berbunyi Sistem dan mekanisme perencanaan bertujuan memberikan pedoman bagi Unit kerja Pemerintah di Pusat atau di daerah dalam rangka menyusun rencana,program, dan anggaran bidang pendidikan, pemuda olah raga secara terpadu.
Sesuai dengan visi dan misi pendidikan Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi, yakni “Terwjuutnya pelayanan Pendidikan yang prima untuk mengwujutkan peserta didik yang unggul,cerdas, trampil, beriman, bertaqwa dan berbudaya“ maka arah penyususnan program dan rencana strategi bidang pendidikan mepersiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang dapat menopang pencapaian visi dan misi dengan renstra yang tepat dan efisien.
Untuk mencapai pelaksanaan otonomi sektor kependidikan maka disusunlah rencana dan strategi sebagai dasar ukuran peningkatan kinerja bidang pendidikan dengan mempertimbangkan :
1.Pembinaan dalam rangka peningkatan mutu dan fropesionalisme guru melalui pelatihan dan pendidikan guru melalui jnjang pendidikan pelatihan khusus.
2.Pembinaan dan pengendalian terhadap peningkatan mutu pendidikan dasar, menengah umum,kejuruan pada lingkungan sekolah negeri dan swasta.
3.Pembinaan dan pengembangan kesenian daerah dan nasional.
4.Melengkapi saran dan prasarana pendidikan melaui rehabilitasi gedung sekolah, mobiler dan lain – lainnya.
5.Mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat dalam rangka menunjang mutu pendidikan.
6.Melaksanakan pemilihan dan penilaian siswa teladan dan kinerja kepala sekolah TK,SD,SMP,SMA,SMK.
7.Menumbuhkan mengembangkan organisasi kepemudaan dan pramuka dalam meningkatkan aktifitas dan kretifitas pemuda.
Seiring dengan vissi dan missi dan renstra Dinas pendidikan Kota Bukittinggi mempunyai tujuan dan sasaran sebagai berikut:
1.Peningkatan kinerja pejabat fungsional/structural dinas.
2.peningkatan kinerja kepala sekolah.
3.Peningkatan profesi guru.
4.Peningkatan kualitas belajar.
5.Optimalisasi pemamfaatkan sarana dan prasarana.
6.Peningkatan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
7.melaksanakan kegiatan diklusepora.
8.meningkatkan peran serta masyarakat.
9.peningkatan kualitas pelayanan administrasi.

g.Pengawasan Bidang Pendidikan.

Sistem pengawasan yang dkembangkan secara umum di tetapkan yang berhak melakukannya terdiri dari unsur-unsur yang terkait lansung maupun tidak lansung mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat dalam arti yang luas.
Dinas Pendidikan sebagai Lembaga pelaksana program pendidikan diawasi oleh Badan Pengawas Daerah, sektor yang diawasi oleh lembaga pengawas ini adalah pengguna kewenangan dalam bidang kependidikan terkait dengan program kerja dan penggunaan dana yang telah dilokasikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Kota Bukittinggi.
Pada lingkungan sekolah yang juga mempunyai hak otonomi juga tak lepas dari pengawasan Dinas Pendidikan melalui Pengawas Sekolah aspek yang akan diawasi oleh Dinas Pendidikan terhadap sekolah adalah pelaksanaan kurikulum dan pemberdayaan potensi PNS dan tenaga kerja lainnya serta penggunaan dana yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Hal tersebut diatas dapat kita lihat dari pembentukan strukturisasi yang telah di tetapkan sebagai dasar sistem dan mekanisme kerja dan kenerja Dinas Pendidikan Kota Bukittunggi secara keseluruhan pada struktur.

h.Penyusunan/Pengesahan Rencana Strategi

Dalam Keputusan Mentri Nomor: 007/U/2003 tentang sistem dan dan mekanisme perencanaan tahunan Departemen Pendidikan Nasioanl, pada pasal menimbang, sub-b menjelaskan bahwa perencanaan tahunan pendidikan Nasional merupakan bagian dari keseluruhan sistem perencanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya dalam ketentuan umum Bab.II pasal 2 berbunyi Sistem dan mekanisme perencanaan bertujuan memberikan pedoman bagi Unit kerja Pemerintah di Pusat atau di daerah dalam rangka menyusun rencana,program, dan anggaran bidang pendidikan, pemuda olah raga secara terpadu.
Sesuai dengan visi dan misi pendidikan Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi, yakni “Terwjuutnya pelayanan Pendidikan yang prima untuk mengwujutkan peserta didik yang unggul,cerdas, trampil, beriman, bertaqwa dan berbudaya“ maka arah penyususnan program dan rencana strategi bidang pendidikan mepersiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang dapat menopang pencapaian visi dan misi dengan renstra yang tepat dan efisien.
Untuk mencapai pelaksanaan otonomi bidang kependidikan maka disusunlah rencana dan strategi sebagai dasar ukuran peningkatan kinerja bidang pendidikan dengan mempertimbangkan :
1.Pembinaan dalam rangka peningkatan mutu dan fropesionalisme guru melalui pelatihan dan pendidikan guru melalui jnjang pendidikan pelatihan khusus.
2.Pembinaan dan pengendalian terhadap peningkatan mutu pendidikan dasar, menengah umum,kejuruan pada lingkungan sekolah negeri dan swasta.
3.Pembinaan dan pengembangan kesenian daerah dan nasional.
4.Melengkapi saran dan prasarana pendidikan melaui rehabilitasi gedung sekolah, mobiler dan lain – lainnya.
5.Mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat dalam rangka menunjang mutu pendidikan.
6.Melaksanakan pemilihan dan penilaian siswa teladan dan kinerja kepala sekolah TK,SD,SMP,SMA,SMK.
7.Menumbuhkan mengembangkan organisasi kepemudaan dan pramuka dalam meningkatkan aktifitas dan kretifitas pemuda.

III. Masalah yang dihadapi

1. Kualitas secara nasional dalam hasilpenyelenggraan pendidikan beraneka ragam sehingga kelayakan untuk masuk UMPTN diluar provinsinya akan terhambat kesempatan karena otonomi perguruan tinggipun di akui secara nasional.
2. Terhambatnya peningkatan kaerir guru dari wakil menjadi kepala sekolah, karena kesempatan di daerah sudah penuh formasinya, sehingga harus menunggu lama kesempatan menjadi kepalasekolah.
3. Pegawai negeri sipil dilingkungan Pemerintah daerah umumnya, khususny dilingkungan jajaran pendidikan terhambat dalam meningkatkan kariernya dalamjabatan struktural karena formasi pada di struktural.
4. Kemapuan daerah dalam pembiayaan operasional sekolamh mash mengandalkan DAU dan DAK sehingga kketergantungan pembangunan sisi pendidikan di daerah terhambat karena daerah kurang mampu menangulangi pembiayaan peningktan mutu dan kualitas.
5.sekolah mengambil kebijkan dengan kurangnya pengwasan sehingga terkesan semena-mena sekalipun komite sekolah ada disetiap sekolah namun kenyataannya adalah lembaga legalitas kkebijakan kepala sekolah sekaligu sebagai alat perngkat pengaman kebijakan sekolah.(Ricky)

Sabtu, 18 Desember 2010

OTONOMI DAERAH DAN PENGAKUAN NILAI-NILAI KEBUDAYAAN NASIONAL

Pendekatan empiris masalah otonomi dan konfigurasi politik lokal
suatu pendekatan terhadap titik masalah kebudayaan dan Supremasi Hukum

Sumber: RICKY IDAMAN SH.MH

Bagaimana kita melihat resahbnya para politisi untuk menggunakan potensi elemahan hukum dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga pemerintah pusat dipaksa berpikir berat akankeadaan yang mulai memanas pemintaan kan pengakuan hkikinya nilai-ilai kebudayaan semkain kukuh di dalam struktural kepemerintahan sehingga konsep negara hukum di NKRI ini tampa semakin kabur.

Untuk pertama saya mletakan konsep pilosofis bangsa sebagai andasan ideal untuk di perhitungan kelbh llanjut, karena nilai-nilai semua itu ada di sini titik masalahnya untuk di lihat kian dalam.

I. Pilsafah Panca Sila sila

Berangkat dari nilai-nilai luhur Panca Sila kita mendudukan konsep dasar bernegara dan lahir nya Negara ini kita mengenal beberapa konsepsebelumnya “ dynasty maapahit, dynasty sriwijaya “ gagasan idealnya dalah persatuan dan kesatuan untuk mewujutkan masyarakat adil dan makmur, sejahtera dan berdasarkan kepada tuhan yang maha esa .
Secara aplikasinya telah tertuang dalam Nilai-nilai Luhur Panca Sila yang isinya sebagai berikut:
1.Ketuhannan yang maha esa ;
Artinya kita bangsa yang mengakui kekuasan tertinggi didunia ini adalah tuhan, dan semua aturan yang di buat di bumi ini berasarkan kepada hakikat nilai-nilai ketuhanan yang akan dijadikan landasan ideal Negara.
2.Kemanusiaan yang adil dan beradap ;
Artinya kita sebagai manusia wajib harga menghargai hormat menghormati, saling bombing saling tuntun saling bina, sebagaimanusia dilahirkan serb berkekurangan ini kodrat alamnya sehingga kita tidak bias merasa berlebih dari orang lain, karena ada mereka kita ada berada dan dapat keberadaan tersebut.
3.Persatuan Indonesia ;
Artinya dngan persatuan sebagai landasan utama yang paling hakiki untuk dapat mewujutkan rasa hormat, rasa kasih sayang, rasa saling mengasihi dan rasa tangungjawab terhadap keluarga sebagai Negara terkecil dilingkungn kenegaraan hingga kelembagaan kenegaraan sebagai keluarga besr kita se Indonesia.
4.Permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan perwakilan
Artinya adalah kita sebagai manusia dalam berlaku dan bersikapharus bermusyawarah dalam mendudukan maslah dan penyelesaiannya dengan versi bentuk yang berbeda-beda baik lingkungan keluarga maupun dilingkungan pemerintahan dan kenegaraan, musyawarah yang diharapkan adalah musyawarah untuk mendapatkan mufakat, sehingga apa yang akan di tetapkan menjadi acuan dan landasan ideal untuk di taati dan di patuhi bersama dan di jadikan landasan hokum.
Hukum itu sendiri adalah perangkat yang mengatur dan mengurus dan mengontrol dan membatasi perbuatan-perbuatan kepada makluk hidup termasuk kita manusia dan hewan serta lingkungan hidup.
5.Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ;
Artinya adalah suatu cita-cita yang mulia dari ketentuan 1 sampai dengan 4 semua untuk mengwujutkan cita-cita sebauh Negara mengwujutkan keadilan, dengan makna merata diperlakukan untuk seluruh umat manusia di dunia khususnya di Indonesia.

II.Pembukaan UUD 1945

Seperti juga Negara eropah dan amerika serta Unisoviet, mereka juga punya kerangka dasar Negara yang dimuat dalam Piagam Magna Charta tahun 1215, Petition Of Right 1628, The Habeas Courpus Act 1679, Westminster 1931, kemudian ini kita sebut dengan konstitusi, yang artinya sebauah perjanjian public untuk sepakat mendirikan sebuah Negara.

IndonEsia juga mempunyai hal yang sama yang di tuangkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah kata kunci keberadaan dan kedudukan consitusi Negara, yang intinya adalah pengakuan atas hak dasar manusia yang kita namai “ Hak Azazi” dankpengakuan kemerdekaan Negara orang lain kita sebut dengan “ Predoom” serta dasar berdirinya Negara kepada “ nilai-nilai luhur Panca Sila” yang di nyatakan sebagai pilosofis bangsa.
Saya sepakat sekali dengan selogan umum terhadap perubahan pembukaan UUD 1945 sama dengan mengubah dasar Negara, berarti kita melanggar konstitusi.

Peletakan Tiang Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sepotong kalimat yang singkat namun sangat padat penuh makna yang tersirat didalamnya yakni sebagai berikut ;
Kami bangsa Indonesia dengan menyatakan kemerdekaan Indonesia, hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dieselengarakan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singaktnya
Jakarta 17 Agustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia “ Soekarno-Hatta “

Dalam pernyataan ini pertama menyatakan mendukung adalah daerah kepulauan Sumatra yang beribukota di Bukittinggi tangga 18Agustus 1945, dan kesultan Sri Hamengkuwono ke IX pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan ketentuan embel-embelnya Pemerintahan Negara Indonesia mengakui keberadaan daerah sebagai daerah yang menganut paham kerajaan. Sehingga Jogyakarta diakui sebagai daerah Istimewa di pulau jawa termasuk Aceh berpegang pada dasar keislaman sebagai kota serambi mekah maka hukum islam dapat di perlakukan di daerah ini untuk di Sumatra.

Dari uraian tersebut diatas maka tampak Negara mengakui ketentuan kekhususan daerah bukan hanya sekedar sumber hokum juga dapat di jadikan dasar hokum di wilayah bersangkutan, makna dari keadaan ini kekuatan aturan khusus akan lebih tinggi dari aturan umum, maka ini dijadikan kan landasan ideal bangsa kita kita.

III.Undang-undang Otonomi Daerah

Menurut Undang-undang Nomor:1 Tahun 1945 Tentang Peraturan mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah, ketentuan ini didasarkan kepada maklumat Presiden Republik Indonesia nomo X tahun 1945 tertanggal 16 Oktober 1945 terdapat pada pasal 1 yang isinya Koite nasional daerah diadakan kecuali di daerah Surakarta dan kerakon joyakarta,dikeresidenan ber autonomi, kabupaten lain nya didaerah yang dianggapperlu oleh mentri dalam negeri.
Pada pasal 3 menyatakan bahwa komite Nasional Daerah dipilih oleh beberapa beberapa orang sebanyak5 orang sebagai badan eksekutif yang bersama-sama kepala daerah menjalankan pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu.
Pada intinya UU No.1 Tahun 1945 ini menimbulkan banyak masalah dengan pemahaman-pemahaman yang berbeda arti tidak mempunyai pengartian tunggal, sehingga harus di teliti kembali untuk dapat disempurnakanlebih lanjut. Adapun masalah-masalah yang dhadapi dalam penetapanya adalah sebagai berikut :
1. Apakah kepaladaerah qualitatus quanya memimpin Badan Perwakilan Rakyat..?
2. Seterusya KepalaDaerah berhalangan siapa yang jadi penggantinya.
3. Siapa yang mnunjukkepala Daerah.
4. Apakah Komite Daerah dapat disebut dengan Badan Perwakilan Daerah.

Versi Undang-undang No.22 Tahun 1948 Bab.I Pasal 1 menyatakan bahwa Daerah republic Indonesia terdiri dari tiga (3) tingkatan Prpinsi, Kabupaten, Kota Besar dan kota kecil,berhak mengatur rumah tangga daerah nya sendiri;
Pada pasal 2 menyatakan Daerah yang mempunyai hak-hak asal usul dan jaman sebelum Indonesia merdeka mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa yang juga termasuk dalam ayat(3) dapat di tetapkan daerah istimewa yang setingkat dengan propinsi,kabupaten atau desa yang mengatur dan mengurus daerah sendiri.
Pasal 3 menyatakan Nama batas tingkatan hak dan kewajiban daerah-daerah dalam ayat (1) (2) ditetapkan melalui Undang-undang.

Versi Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1957 Pokok-Pokok Pemerintah Daerah Bab.I Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan daerah dalam Undang-undang ini adalah daerah yang berhak menurus rumah tangga nya sendiri yang disebut yang disebut dengan “ Daerah Swantara “ dan daerah Istimewa “
Versi Undang-undang No. 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Peerintah Daerah, pada Bab.I Pasal 1 menyatakan yang dimaksud pemerintah daerah adalah daerah besar an kecil sebagai mana terdapat pada UUD 1945,berhak menatur mengurus diri sendiri.Pasal 2 menyatakan Istilah-istilah kota propinsi, Kabupaten, kecamatan sebagaimana yang dimaksud adalah Kota Praja dan Kotamadya, dan sebutan kota praja bukanlah daerah yang bukan daerah administrative.Pasal 5 menyatakan, jika Undang-undang ini disebut setingkat lebih atas maka dimasud adalah Daerah Tingkat I , daerah Tingkat II, Daerah Tingkt III.Pasal 9 menyatakan Ketua dan Wakil ketua DPR dipilih dari DPRD yang disahkan bagi Mentri Dalam Negeri dan pejabat daerah yang diatasnya untuk tingkat daerah di bawahnya.

Versi Undang-undang nomor : 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah Daerah, pada Bab.I pasal 1 a. menyatakan pemerintah pusat selanjutnya disebut pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari Presiden dan perangkatnya.pasal.1. b menyatakan Disentarlisasi adalah peyerahan urusan pmerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada kepala daerah menjadi urusan rumah tangganya.
Pasal.1c . Otonomi Daerah adalah hak,wewenang dan kewajiban Daerah unukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal1. f dekonsentarasi adalah pelimpahan keweanangan daripemerintah ke pejabat-pejabat daerah. Pasal 1.j menyatakan Urusan pemerintah umum adalah urusan pemerintahan diidang-bidang ketentraman dan ketertipan politik koordinasi pngawasan dan urusan pemerintah lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu instansi dan tidak ternasuk urusan rumah tangga daerah. Catatan Undang-undang ini juga di kuti oleh UU pendukung pelaksanaan nya bedasarkan UU no.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Versi UU no.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, pada Bab.I Pasal 1 a menjelaskan bahwa pemerintah pusat adalah perngkat Negara Keesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden berserta para mentri. Pasal 1.b menyatakan Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonomnyang adalah Kepala Daerah berserta perangatnya Daerah Otonom ang lain sebagai badan esekutif Daerah. Pasal 1.c menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah badan Legislatif. Pasal 1.d menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas Desentarlisasi.pasal1.e menyatakan dsentaralisasi adalah penyerahan wewnang Pemerintah oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal.1.h Otonomi daerah ialah kewenangan Daerah Otonom utuk mengatur dan mengurus kepeningan masyaraat seempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

IV. Masalah Sistem da peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No.10 Tahun 2004
berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat dilaksanakan dengan baik, dan dapat terciptanya suatu kepastian hukum dalam masyarakat.
Peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis dalam suatu negara, selain merupakan suatu wahana dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, juga diperlukan untuk menjembatani antar lingkup laku aneka adat dan hukum tidak tertulis lainnya, atau mengatasi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis dalam hal pihak-pihak menghendakinya. Dalam pengertian lain dapat dinyatakan bahwa "hukum merupakan suatu alat yang tepat untuk mengubah pendapat hukum yang berlaku, dan dapat mengubah hubungan-hubungan sosial yang telah ada sebelumnya" (1.C. van der Vlies, 987, 9). Berdasarkan alasan tersebut, pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik selain dilandasi oleh hal-hal yang bersifat yuridis, seharusnya dilandasi pula oleh kajian-kajian yang bersifat empiris, dan peran serta masyarakat yang terkait. Dengan dilaksanakannya unsur-unsur tersebut, maka pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya merupakan kehendak para pembentuk peraturan perundang-undangan, dan bersifat top down, tetapi juga berdasarkan aspirasi masyarakat.

Inilah klebihan Bapak pembangunan kita ” Soeharto ” yang mampu memkondisikan bangsa ini dengan tertip aman dan tanpa banyak masalah politik dan ancaman dariluar negeri, dengan strateginya yang tepat dengan hitungan satu peluru untuk menembak satu orang yang diangap lawan (rival) bukan dengan tangan besinya dia mengatur aerah-daerah namun dengan strategi yang tepat dan kekuatan yang membeking mendukung dengan sempurna, sehingga langkahnya bertahan sampai 32 tahun berkuasa dengan sistem yang diterima dengan logika sekalipun kita agak terbatas bicara namun, sekarang ternyata itu yang baik karena kita diwajibkan mapu membilah yang pantas yang layak yang baik dan sesuai serta relevan, tanpa rasa ketakutan.

Pada masa era demokrasi yang di terjemahkan dengan gaya buka-bukaan ini kita harus mampu menyingkapi keadaan ini dengan strategi dan pola yang akan mendukug kekuatan dan rencana kedepan dalam pemahaman nilai-nilai otonomi dalam masa kekinian dan balce dengan kepentingan masa datang guna mewujutkan tujuan pembangunan berbangsa bernegara yang sedekit membatasi diri untuk membuat pembatasan-pembatasan yang buka-bukaan (telanjang)dan sekarang menyadari bahwa kita merasa malu dengan kenyataannya telah membuka semua sehingga nilai-nilai etika dan estetika serta dialegtika telah habis oleh transparansi yang di wujutkan dalam bentuk telanjang, dan kita baru sadar bahwa kita telah tontonan.

Untuk mencapai terciptanya peraturan perundang-undangan yang baik, diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur tentang pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan, yang mengatur secara jelas bagaimana unsur-unsur tersebut dapat dipenuhi. Perlunya pembentukan undang-undang tersebut selain diamanatkan oleh Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, juga dirumuskan dalam Pasal 22A Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Kedua) yang menyatakan bahwa, ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

V.Sekitar Masalah Kesultannan Jogyakarta dan Surakarta

Sya tidak melihat nya secara dalam tentang hal ini hanya mencoba memberikan suatu pemandangan diana kalau kita amati dari sejarah hukum di Indonesia, kesultanan dan kepemiminan daerahnya memang telah dinatakan sebagai dareah menganut sistem kerajaan. Dan di akui penuh oleh negara Kesatuan Republik Indonesia dengan hak keistimewaan nya kita liha dari UU No.1 Tahun 1945 , UU no.22 Tahun 1948, UU No. I tahun 1957 UU No. 18 Tahun 19 65, dan UU No.5 Tahun 1975 serta UU No.22 Tahun 1999 serta Uuno.32 Tahun 2004, yang jadi masalah adalah kuasaan keraton yang akan di hilangkan oleh aturan umum Yang bersifat nasional yakni UU No.32 Tahun 2004 yang di tejemahkan bahwa kekuasaan ketaton akan lenyap hanya sebagai wilayah kekuasaan adat kepemerintahan di kuasai oleh pemerintah Daerah,. Sebaiknya pemerintah daerah ini tidak begitu dipermasalahkan mau demokasi atau tidak terserah masyarakatnya, sebab hukum adat di negeri ini diakui berlaku malah sebaliknya ” aturan khusus akan lebih kuat dari aturan umum ” ini kenyataan azas hukum ketatanegaraan yang berlaku di negeri ini.

Kalau kita adu kekuatan masing-masin dengan memaksakan kehendak sendiri-sendiri dengan kekuatan-kekuatan partai politik katakanlah SBY dengan Demokratnya yang lagii menanjak, dan pemegang kursi ternyak di DPR ini tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan memperkeruh bentik konplik baru seperi aerah lain akan menuntut hak istimewanya kepada pemerintah pusat seperti kerajaan Kutai di Kalimnantan, Sriwijya di Palembang, dan Minangkabau Di Sumatra Barat Aceh dan Provinsi bali sebagai pusat agama Hindu, dan semua kan menuntut hal serupa seperti yang di kehendaki jogya karya, nah ini harus diantisipasi dengan strategi bukan dengan kekerasan seperti yang dilakukan sekarang ini.

Jalan keluar dari masalah ini adalah seperti orang mengukur ” harus sama panjang , menimbang pun harus sama berat,menilai pun harus sama ukuran dan besarannya” ini langkah perimbangan kepentingan yang harus di buat baru komitmen dengan pihak pemerintah sehingga kepentingan nasional dan kepentingan daerah dapat di tolirir oleh kemau dareah. Ini membutuhkan dialegtika dan pendekatan progresiatif dan aktif antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. (Ricky)

Jumat, 17 Desember 2010

SULITNYA KEJUJURAN , MAHALNYA KEADILAN DI BUMI INI "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

Disini saya mengungkapkan bahwa pemerataan medapatkan pelaksaaan keadilan dan kebenaran itu adanya 99% ditangan orang yang berkemampuan secara ekonomi dan keuangan, bagi masyarakat miskin tidak bisa melakukan iyu sebab upaya hukum dari banding ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi ke Makamah Agung dan Peninjauan kembali ke Makamah Agung semua makan biaya besar, bagaimana masyarakat akan berbuat belaku dan bertindak dalam hukum bila tidak mampu dari sisi keuangan, disamping ketidak tahuan tentang hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah untukini membutuhan Penasehat Hukum ternyata juga tidak ada yang gratis bahkan tak ada yang murah dan mereka dijadikan sasaran yang empuk dan renyah bagi para pengacara. Maka haruskah mereka yang tidak berdaya membayar mahal..? lalu apakah lembaga pebuatan peraturan perundang-undangan telah melihat ini dengan jelas....?
inilah topik yang saya paparkan dalam kajian asek hukum dan teraan pemamfaatan keadilan dan kebenaran yang sempurna masih dalam bentuk semu.

Contoh mahalnya keadilan di dunia ini kita lihat ada beberapa upaya hukum atas putusan hakim pengadilan negeri, dengan upaya bading ke Pengadilan Tinggi, dan kasasi ke Makamah Agung, dan selanjutnya disebut dengan Peninjauan kembali (PK) sebagai upaya terakhir. Seluruh yang di upayakan itumemakan biaya besar sehingga hasil akhirnya adalah "menang jadi api kalah jadi abu" artinya semua tak berartihasil yang didapatkan tidak sempurna hanya sekedara memenuhi pemuasan jiwa.

Bagaimana kita melihat suatu bentuk penyelsaian yang sifatnya negosiasi, melakukan sidang diluar pengadilan melalui abitur...? pada prinsip nya adalah upaya damai yang kemudian bisa dijadikan landasan hukum bila prestsi (janji) yang di tanda tangani hasil akhirnya adalah wan prestasi (ingkar janji)... ? disini muncul pertanyaan lagi apakah langkah penyelesaian memlaui arbitrase itu efektif dijadikan landasan altenatif penuntasan sengketa ?

Coba lihat salah satu upaya hukum atas pembelaan yang saya ambil potongan keputusan yang menyatakan upaya pembelaan diri melalui upaya hukum smpai pada tingkat Kasasi sebagai berikut ;

DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

memeriksa dan memutuskan perkara niaga Kepailitan pada tingkat kasasi dalam perkara antara :

3. Menetapkan besar tagihan Kreditur PT. Koexim Mandiri Finance kepada Debitur Pailit adalah sejumlah Rp. 706.807.370,75,- (tujuh ratus enam juta delapan ratus tujuh ribu tiga ratus tujuh puluh rupiah tujuh puluh lima sen)
Menghukum Termohon Kasasi/Debitur Pailit untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 5.000.0000,- (lima juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari SELASA tanggal 29 November 2005 oleh HARIFIN A TUMPA, SH.MH., Ketua Muda Mahkamah Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, PROF. REHNGENA PURBA, SH.MS. Dan SUSANTI ADI NUGROHO, SH.MH., Hakim-Hakim Agung sebagai Hakim-hakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada HARI ITU JUGA oleh Ketua Sidang tersebut dengan dihadiri oleh PROF. REHNGENA PURBA, SH. MS., dan SUSANTI ADI NUGROHO, SH.MH., Hakim-hakim Anggota serta RAHMI MULYATI, SH.MH., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

Hakim-Hakim Anggota,
ttd.
PROF. REHNGENA PURBA, SH.MS.
ttd.
SUSANTI ADI NUGROHO, SH.MH. K e t u a,
ttd.
HARIFIN A. TUMPA, SH.MH.

Panitera Pengganti,
ttd.
RAHMI MULYATI, SH.MH.

Biaya-biaya :
1. Meterai Rp. 6.000,-
2. Redaksi Rp. 1.000,-
3. Administrasi Kasasi Rp. 4.993.000,- +
Jumlah Rp. 5.000.000,-

Analisis dari putusan Makamah Agung itu adalah dari tahap putusan hakim Pengadilan Negeri hingga sampai banding, kasasi seua makan biaya, makanya untuk menuntut keadilan makan biaya besar.

Bagaimana dengan golongan miskin untuk melakukan ini..? apakah memungkinkan merekaelakukan pembelaan tersebut dalam keadaan tergolong keluarga miskin..? lalu ini tangungjawab siapa alau ada kejadian begini harus ada upaya hukum bagi nya..?
Kita meyadari bahwa biaya penaswehat hukum sangat tinggi, semenjak dari penradilan di PengadilanNegeri hingga upaya hukum makan biaya besar sekali sehingga mereka yang miskin tidak bisa mejalani hak nya untuk membela diri secara sempurna, maka kebenaran dan keadailan tersebut terkesan hanya untuk orang yang berada / berkemampuan tinggi.
Dihubungkan dengan rasa kemanusiaan apakah ini telah kita laksanakan dengan baik sebagaimana kodrat kita manusia yang sama hak dan kewajibannya dimata hukum tampak tidak berjalan dengan baik (Ricky)2010

KREDIT SINDIKATSI (”Syndicated Loan) " By" Ricky Idaman SH.MH

Bila kita mendengar istlah (sindikasi atau ”Syndicated Loan”)hal ini terkait dengan masalah pembangunan-pembangunan dalam pembiayaan nya juga bisa dihubungkan investasi-investasi serta kontrak-kontrak baik lokal nasional maupun internasional.
untukpenulisan tahap pertama ini saya coba menguraikan konsekwensi dari pemaknaan maksud dan tujuan dari sindikasi sehingga kita bisamembahasnya lebih lanjut dalam bentuk terukur dan terarah, diantara sekian macam pemahaman inilah yang lebih tepat di ungkapkan sebegai berikut;

Kredit sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal.
Dan karena kredit sindikasi diberikan dalam rangka membiayai suatu proyek, yang dapat ditentukan kapan dimulainya dan saat berakhirnya pembangunan proyek tersebut, maka ditinjau dari sifatnya, suatu kredit sindikasi dapat digolongkan sebagai ”term loan”. Hal ini yang membedakannya dengan ”kredit pembiayaan ekspor”, misalnya yang digolongkan sebagai ”revolving line of credit” yang sifatnya dapat dipinjamkan berkali-kali selama tidak melebihi suatu plafond yang ditentukan. Revolving line credit lazimnya diberikan oleh kreditur tunggal, karena dana yang dibutuhkan untuk fasilitas pembiayaan ekspor/impor tidaklah begitu besar.
Kredit sindikasi ditinjau dari asal pembiayaannya dapat dibedakan menjadi ”offshore loan” dan ”onshore loan”. Offshore loan adalah pinjaman yang pembiayaannya berasal dari luar negeri. Artinya asal dari dana pinjaman sindikasi tersebut adalah devisa yang beredar di luar negeri. Dengan perkataan lain offshore loan pastilah diberikan dalam bentuk valuta asing (devisa). Para krediturnya biasanya terdiri dari bank-bank asing/lembaga-lembaga keuangan asing yang beroperasi di luar negeri. Cabang dari bank/lembaga keuangan nasional yang beroperasi di luar negeri dimungkinkan untuk memberikan offshore loan, asal dananya benar-benar berasal dari devisa yang beredar di luar negeri, bukan devisa yang sudah di negeri awak.
Sedangkan yang dimaksud dengan onshore loan adalah pinjaman yang dananya berasal dari negara debitur sendiri. Jadi suatu onshore loan dapat diberikan dalam bentuk valuta asing atau rupiah. Para kreditur sindikasinya biasanya terdiri dari beberapa bank/lembaga keuangan nasional. Tetapi cabang/lembaga keuangan asing dapat menjadi kreditur sindikasi dari suatu onshore loan dengan catatan dana yang dipinjamkannya benar-benar dari dalam negeri (negara debitur dimana cabang bank/lembaga keuangan asing tersebut berkedudukan).

Kredit sindikasi dalam bentuk offshore loan biasanya dibuat dengan akte di bawah tangan dan dalam bahasa Inggris. Draft biasanya dibuat oleh agen dari para kreditur sindikasi (dalam hal ini agent’s lawyer). Sedangkan untuk onshore loan, ada yang dibuat di bawah tangan, tetapi ada juga yang dibuat dengan akte notaris walaupun ada yang berbahasa Indonesia, tetapi kebanyakan juga ada yang ditulis dalam bahasa Inggris. Hal ini dapat dimengerti karena kebanyakan bank yang menjadi agen dari onshore loan tersebut adalah cabang dari bank asing. Hanya onshore loan yang tidak melibatkan cabang asinglah yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

PENDEKATAN KOSEPKWENSI HUKUM TENTANG KONTRAK DI INDONESIA "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN BATAS-BATASNYA
DALAM ASPEK HUKUM PERJANJIAN

OLEH : Ricky Idaman SH.MH

Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya .
Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak .
Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan .
Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it) .
Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap.
Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya juga tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu misalnya perjanjian kuasa memasang hipotik harus dibuat dengan akta notaris atau perjanjian jual beli tanah harus dibuat dengan PPAT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundang-undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta autentik.
Apakah asas kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai bebas mutlak? apabila kita mempelajari KUH Perdata, ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.
Pasal 1320 ayat (1) m enentukan bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak.
Dalam pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya. untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal 108 dan 110 menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini tidak berlaku.
Pasal 1320 (3) menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.
Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum .
Pasal 1320 ayat jo.1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang .
Menurut undang-undang causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.
Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam pasal 1332 yang menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian.
Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Sehubungan dengan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak Prof. Asikin Kusuma Atmadja, dalam makalahnya[i] menyatakan bahwa Hakim berwenang untuk memasuki/meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya.
Lebih lanjut Prof. Asikin mengatakan bahwa kebebasan berkontrak yang murni/mutlak karena para pihak kedudukannya seimbang sepenuhnya praktis tidak ada, selalu ada pihak yang lebih lemah dari pihak yang lain. Beliau mengilustrasikan dengan suatu cerita lama yang mengandung moral yang ada kaitannya dengan tafsiran perjanjian. Ada seorang gadis yang orang tuanya miskin dan mempunyai hutang yang besar karena meminjam uang untuk menyekolahkan anak gadis tersebut. Kalau hutangnya tidak segera dibayar maka satu-satunya harta berupa rumah dan pekarangannya akan dilelang. Sang penolong yang mempunyai kekuasaan ekonomis datang dan mengadakan perjanjian dengan orang tua gadis tersebut bahwa hutang akan dilunasi asal gadis tersebut dikawinkan dengan anak lelaki sang penolong, sedangkan anak gadis tersebut telah mempunyai tunangan. Kemudian terjadilah perjanjian antara sang penolong dengan orang tua yang miskin tersebut. Apakah aneh kalau orang tua miskin tersebut kemudian mengingkari janjinya. Moral disini janganlah mencari kesempatan dalam kesempitan atau jangan menyalahgunakan kesempatan .
Dalam ilmu hukum moral tersebut di atas disebut misbruik van omstandigheden (penyalahgunaan kesempatan atau penyalahgunaan keadaan). Penyalahgunaan kesempatan dapat digunakan dalam kategori cacat dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini merupakan alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan suatu konstruksi yang dapat dikembangkan melalui Yurisprudensi.
Sesuai dengan hukum, kebutuhan konstruksi penyalahgunaan kesempatan/keadaan merupakan atau dianggap sebagai faktor yang membatasi atau yang mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua belah pihak. Salah satu keadaan yang dapat disalahgunakan ialah adanya kekuasaan ekonomi (economish overwicht) pada salah satu pihak, Yang menggangu keseimbangan antara kedua belah pihak sehingga adanya kehendak yang bebas untuk memberikan persetujuan yang merupakan salah satu syarat bagi sahnya suatu persetujuan tidak ada (kehendak yang cacat), menurut Prof. Z. Asikin yang penting ialah menciptakan beberapa titik taut yang merupakan dasar bagi hakim untuk menilai secara adil apakah suatu keadaan dapat ditafsirkan sebagai kekuasaan ekonomi yang disalahgunakan sehingga mengganggu keseimbangan antara pihak dan membatasi kebebasan kehendak pihak yang bersangkutan untuk memberikan persetujuan. Disini terletak wewenang hakim untuk menggunakan interpretasi sebagai sarana hukum untuk melumpuhkan perjanjian yang tidak seimbang .
Banyak faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan kekuasaan ekonomi untuk dipertimbangkan oleh hakim. Kalau umpamanya ternyata ada syarat-syarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak masuk akal atau yang tidak patut atau bertentangan dengan perikemanusiaan (on redelijkecontractsvoorwaarden atau un faircontractterms), maka hakim wajib memeriksa dan meneliti inconcreto faktor-faktor apa yang bersifat tidak masuk akal,tidak patut, atau tidak berperikemanusiaan tersebut. Begitupula kalau nampak atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan (dwang positie), maka hakim wajib meneliti apakah inconcreto terjadi penyalahgunaan ekonomis. selanjutnya juga kalau terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak ada pilihan lain kecuali mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang memberatkan, terakhir dapat disebut keadaan dimana nilai dan hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi timbal balik dari para pihak. Juga dalam hal ini hakim wajib meneliti apakah in concreto terjadi penyalahgunaan kekuasaan ekonomis.
Dengan demikian maka jelas bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak. (Ricky) 2010

Kamis, 16 Desember 2010

ORIENTASI PERMASALAHAN HUKUM DAN KEMANUSIAN VERSI PANCA SILA "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

HUKUM DAN KEMANUSIAN


Pengertian Hakiki kemanusian
a.Kemanusiaan adalah rasa harga menghargai dan hormat menghormati berdasarkan rasa keadilan dan kesedian memberi dan menerima.
b.Rasa Cinta dan kasih sayang sebagai anugra yang ditanamkan dalam jiwa manusia yang disebut dengan nilai-nilai dasar rasa kemanusian yan hakiki. (PPKI-16 Juni 1945) menuju Indonesia Baru Balai Pustaka ,25- 1960
Komitment Panca Sila dalanm kontek kemanusian
a.Adanya pengakuan semua yang ada di bumi ini sebagai anugra tuhan yang maha kuasa.
b.Adanya rasa pertimbangan kemanusian dan penghargaan hak dasar berdasarkan keadilan dan kemanusian.
c.Untuk menwujutkan semuanya maka diperlukan persatuan dan kesatuan yang kuat sebagai dasar penegakan rasa kemanusian itu.Implementasi Dalam Peraturan Perundang-undangan
1.Pembukaan UUD 1945
2.UUD 1945
Pengertian dan Pemahaman Hukum W.Friedmann dalam bukunya Legall Theory Design dan Desiolen Peraturan Perundang-undangan.
1.Proklamasi kemerdekaan RI
2. Pembukan UUD 1945
Subjek dan Objek Peraturan Perundang-undangan.
1.perseorangan
2.Negara
Timbangan Hukum dan konsep peradilan
1.Keadilan
2.Kebenaran
3.Kesepakatan
Pengertian Hakiki kemanusian
a.Kemanusiaan adalah rasa harga menghargai dan hormat menghormati berdasarkan rasa keadilan dan kesedian memberi dan menerima.
b.Rasa Cinta dan kasih sayang sebagai anugra yang ditanamkan dalam jiwa manusia yang disebut dengan nilai-nilai dasar rasa kemanusian yan hakiki. (PPKI-16 Juni 1945) menuju Indonesia Baru Balai Pustaka ,25- 1960
Komitment Panca Sila dalanm kontek kemanusian
a. Adanya pengakuan semua yang ada di bumi ini sebagai anugra tuhan yang maha kuasa.
b. Adanya rasa pertimbangan kemanusian dan penghargaan hak dasar berdasarkan keadilan dan kemanusian.
c. Untuk menwujutkan semuanya maka diperlukan persatuan dan kesatuan yang kuat sebagai dasar penegakan rasa kemanusian itu. Implementasi Dalam Peraturan Perundang-undangan
1.Pembukaan UUD 1945
2.UUD 1945
Orientasi Rasa Kemanusiaan Nilai –nilai kemanusian Penghargaan atas karsa dan cipta Pengaruh globalisasi
1.Sikap dan Prilaku Sosial Budaya
2.Sikap dan Prilaku System Ekonomi
3.Pengaruh Arus globalisasi
PERADAPAN DAN PERUBAHAN
1.Pendekatan Sosiologi Kemanusian
2.Peradapan dan Pergeseran Nilai
3.Penomena dan Dampak Perubahan
4.Upaya Penuntasan Masalah

PENDEKATAN KERANGKA KONSEPSIONAL PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH VERSI UU NO.22 TAHUN 1999 DAN UU NO.25 TAHUN 1999 "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintahan daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan. Tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat. Sejak ditetapkannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 (UU No. 22/1999) tentang pemerintahan daerah, maka di daerah telah dibangkitkan oleh euforia otonomi daerah karena adanya perubahan-perubahan hampir keseluruh tatanan pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun di daerah itu sendiri.
Otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab, menurut pandangan masyarakat dan para pejabat-pejabat pemerintahan ditingkat daerah, merupakan arus balik kekuasaan dan kewenangan yang selama ini bersifat sentralisasi yang hanya memikirkan kepentingan pemerintah pusat saja, sedangkan daerah merasa kurang diperhatikan.
Suasana euforia tersebut semakin terasa dampaknya dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah daerah baik melalui Peraturan Daerah (Perda), Keputusan Kepala Daerah, bahkan sampai kepada berbagai tindakan masyarakat yang mengarah kepada kepentingan kelompok ataupun sebagian masyarakat tanpa memperhatikan dampak yang diakibatkan oleh tindakan meraka itu sendiri antara lain :
a. Penerbitan berbagai Peraturan Daerah (Perda) tentang pungutan dan rebribusi yang menambah beban masyarakat.
b. Adanya izin pengolahan hutan oleh pemerintah daerah.
c. Adanya izin pengolahan lahan pertambangan oleh pemerintah daerah.
d. Timbulnya sengketa batas kelautan dalam hal yang menyangkut lahan pantai dan laut, seperti adanya tuntutan Kabupaten Tangerang untuk mendapatkan 22 pulau dikepulauan Seribu DKI Jakarta.
e. Dilakukannya upaya pengkaplingan laut di daerah dengan alasan menunjuk pasal 3 dan pasal 10 UU No. 22 / 1999.
Disamping itu Undang-undang No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah masih dirasakan belum dapat memberikan manfaat yang diharapkan oleh daerah, sehingga masing-masing berusaha dengan segala upaya untuk menambah keuangan daerahnya melalui berbagai cara dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Sementara itu mengenai timbulnya konflik sumber daya alam (SDA) di daerah masih sering terjadi dan sulit ditemukan solusinya, tarik-menarik antara kepentingan masyarakat yang masih berlandaskan kepada hukum adat setempat di daerah masih harus berhadapan dengan ketentuan hukum formal yang berlaku. David Osborne (1996) dalam bukunya, Reinventing Government, menyatakan bahwa dalam pembaharuan pemerintahan maka tujuan daripada terbentuknya pemerintahan adalah untuk mempercepat tercapainya tujuan masyarakat. Masyarakat yang bebas dari rasa takut, komunitas yang sejahtera dan terhindarkan dari ancaman kerusakan lingkungan hidup, masyarakat yang mampu mengakses pada berbagai fasilitas yang tersedia, serta berbagai keinginan lain yang merupakan tuntutan hidup manusia dalam suatu komunitas.
Di Indonesia upaya untuk mencapai masyarakat yang sejahtera masih terus dihadapkan kepada berbagai kendala dengan segala aspeknya yang sangat menghambat laju pertumbuhan ekonomi, sosial dan proses perubahan sistem sentralisasi kearah desentralisasi berbagai kewenangan dari Pusat ke Daerah.
Dampak otonomi daerah apabila dilihat dari keterkaitannya dengan berbagai perubahan yang terjadi, adalah merupakan upaya perubahan yang direncanakan sebagaimana maksud dan tujuan dikeluarkannya UU No. 22 / 1999 dan UU No. 25 / 1999 tersebut diatas. Melalui kedua Undang-undang tersebut (Sadu Wasistiono, 2001) ingin dibangun berbagai paradigma baru di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada filosofi Keanekaragaman Dalam Kesatuan. Paradigma yang ditawarkan antara lain :
a.Kedaulatan rakyat.
b.Demokratisasi.
c.Pemberdayaan masyarakat.
d.Pemerataan dan keadilan.
Selain perubahan sosial terjadi pula perubahan dimensi struktural yang mencakup hubungan antara pemerintahan daerah, hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, hubungan antara eksekutif dan legislatif serta perubahan pada struktur organisasinya. Perubahan dimensi fungsional dalam lembaga pemerintahan daerah dan lembaga masyarakat terjadi sejalan dengan perubahan pada dimensi kultural sebagai dampak otonomi daerah yang meliputi faktor kreativitas, inovatif dan berani mengambil resiko, mengandalkan keahlian, bukan pada jabatan atau kepentingan saja tetapi lebih jauh lagi adalah untuk mewujudkan sistem pelayanan masyarakat dan membangun kepercayaan masyarakat (trust) sebagai dasar bagi terselenggaranya upaya pelaksanaan otonomi daerah diseluruh pelosok tanah air Indonesia.
Didalam suatu negara, kekuasaan pemerintahan dibagi-bagi dalam unit-unit kekuasaan baik yang bersifat horisontal seperti lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara maupun yang bersifat vertikal berdasarkan teritorial yaitu adanya pemerintahan daerah sebagai bentuk pelaksanaan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Desentralisai adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat (nasional) kepada pemerintah lokal/daerah dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan keputusannya dikenal sebagai otonomi daerah. Dengan pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari desentralisasi (Muchlis Hamdi, 2001). Sebagai sautu prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan modern, desentralisasi menjanjikan banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di tingkat lokal/ daerah. Dengan demikian akan dapat berkembang suatu cara pengelolaan kewenangan dan sumber daya untuk dapat memberikan kemudahan bagi pelaksanaan aktivitas yang berlingkup nasional dan juga secara bersamaan akan secara nyata mengakomodasikan aspirasi pada tingkat lokal/daerah.

Menurut telaah konseptual, desentralisasi pada umumnya dapat dilihat dari dua sisi/bersisi ganda yaitu : meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pemerintah Pusat (Nasional) dan mengaktualisasikan representrasi lokalitas. Menurut pendapat Smith (1985) yang dikutip oleh Muchlis Hamdi (2001) yang pertama disebut dekonsentrasi dan yang kedua disebut devolusi yang di Indonesia lebih dikenal sebagai desentralisasi.

Dari kedua aspek desentralisasi tersebut terlihat secara nyata adanya kehendak untuk memuat jarak yang lebih dekat pemerintahan kepada masyarakat sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hubungan ini maka pemerintah daerah akan memiliki tingkat akuntabilitas dan daya tanggap yang tinggi dalam menyikapi perkembangan masyarakat. Pemerintah Daerah juga dapat memberikan pelayanan pemerintahan dalam substansinya.

Pemerintah daerah merupakan tempat kaderisasi yang dapat membentuk pula calon-calon pemimpin nasional.Dengan demikian desentralisasi akan menuju kepada terselenggaranya pemerintahan yang demokratis dan partisipatif, meningkatkan daya tanggap dan akuntabilitas para pemimpin daerah, serta adanya kesesuaian yang lebih nyata dalam berbagai jenis pelayanan dari segi jumlah, mutu dan konposisi pelayanan pemerintahan dengan kebutuhan masyarakatnya. Ini berarti bahwa desentralisasi pada dasarnya akan berfokus pada persoalan pelaksanaan dan pengembangan otonomi daerah, sampai seberapa jauh suatu pemerintah dan masyarakat daerah dapat memenuhi aspirasi mereka berdasarkan prakarsa dan kegiatan pengelolaan oleh mereka sendiri.
Dalam bukunya yang berjudul cara mudah memahami Otonomi Daerah I. Widarta (2001;2) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan otonomi daerah. Otonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani : Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan. Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.

Dengan pengertian bahwa desentralisasi merupakan upaya mengelola suatu kondisi daerah yang bervariasi baik dalam lingkup maupun dalam derajatnya, maka penyelenggaraan desentralisasi dilakukan diatas berbagai prinsip (Muchlis Hamdi, 2001). Prinsip pertama adalah prinsip pendemokrasian, melalui desentralisasi akan dapat dibangun suatu kehidupan pemerintahan yang demokratis, begitu juga penyelenggaraan desentralisasi hanya dapat berlangsung dimulai dalam kehidupan pemerintahan yang demokratis. Prinsip kedua adalah prinsip keaneragaman sebagai pengakuan adanya keadaan daerah yang berbeda dan dengan desentralisasi dapat dikelola dengan respontif, efisien dan efektif. Prinsip ketiga berkenaan dengan pelaksanaan prinsip subsidiaritas, melalui desentralisasi diharapkan akan terwujud kesempatan pemerintah dan masyarakat di daerah untuk mengambil prakarsa dalam membuat kebijakan dan program sesuai dengan kebutuhan, keadaan dan potensi yang mereka miliki.

Namun demikian ada 11 jenis kewenangan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah kota meliputi :
•Pekerjaan umum.
•Kesehatan.
•Pendidikan dan kebudayaan.
•Pertanian.
•Perhubungan.
•Industri dan perdagangan.
•Penanaman modal.
•Lingkungan hidup.
•Pertanahan.
•Koperasi.
•Tenaga kerja.

Dalam ketentuan umum undang-undang ini yang dimaksud dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembiayaan dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional, demokrasi, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pembagian kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Dalam pelaksanaannya, perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut disamping mengatur sumber-sumber pembiayaan daerah juga memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, kewajiban pengembalian pinjaman Pemerintahan Pusat serta subsidi kebutuhan masyarakat.

Dana ini dialokasikan untuk membantu pembiayaan kebutuhan tertentu, yaitu yang merupakan program nasional, atau merupakan kegiatan/ program yang tidak terdapat di daerah lain
•Dana itu termasuk yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40% untuk daerah.
•Program yang dibiayai dengan dana alokasi khusus harus didampingi dengan dana pendamping yang bersumber dari penerimaan umum APBD.
•Dalam negeri (dari Pemerintah Pusat, atau dengan penerbitan obligasi).
•Luar negeri, dengan persetujuan dan melalui Pemerintah Pusat.
Sesuai Keputusan Presiden No. 181/2000 tentang DAU Propinsi dan Kabupaten/KotaTahun Anggaran 2001, untuk 29 Propinsi dan 273 Kabupaten/Kota, maka DAU terbesar adalah propinsi Jawa Timur (37 Kab/Kota) dengan nilai Rp. 8,7 Triliun, sedangkan DAU terkecil adalah Propinsi Bangka Belitung (3 Kabupaten/Kota), sebesar Rp. 321 milyar.
Dengan mengambil 20 Kabupaten/Kota sebagai contoh dari hampir 340 Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia, dapat dilihat bahwa betapa besar pengaruh DAU terhadap APBD di Daerah.

Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa daerah masih besar ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat dalam hal pendanaan, disisi lain daerah harus dapat memajukan tingkat perekonomian rakyat, sedangkan guna mencapai pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu hal yang cukup pelik dengan berbagai hambatan, dan kendala yang tidak mungkin diatasi dalam waktu singkat dan memerlukan peran serta masyarakat serta perubahan ekonomi Makro pada tingkat Nasional
Faktor pengantian UU Otonomi Daerah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;(Ricky)

Rabu, 15 Desember 2010

PERADAPAN DAN PERUBAHAN SERTA TANTANGAN ABAD-21 " By" Ricky Idaman SH.MH

Perubahan dan Tantangan di Abad ke-21
Krisis ekonomi di Asia di pertengahan dekade 90-an yang berimbaskan
gejolak multidimensional di Indonesia menjadi bukti bahwa
pertumbuhan ekonomi saja tidak mampu menopang ketahanan dan
daya saing bangsa. Paradigma pembangunan Indonesia di era Orde
Baru yang bertitikberatkan pertumbuhan ekonomi tidak berhasil
mengantarkan bangsa Indonesia pada suatu kemajuan yang utuh dan
kokoh. Dalam memasuki abad ke-21 ini, pembangunan Indonesia perlu
lebih memperhatikan berbagai aspek kehidupan bangsa seperti kepastian
dan tegaknya hukum, keadilan dan keamanan sosial, kekayaan nilainilai
kebudayaan, kapasitas inovasi industrial, kapasitas pengelolaan
lingkungan, serta kesatuan berbangsa dan bernegara, agar dapat dicapai
kekokohan ketahanan dan daya saing bangsa Indonesia.
Pada tataran regional/global, agenda pembangunan antarbangsa di
awal abad ke-21 menegaskan kembali posisi manusia (dan masyarakat)
sebagai subyek dan sekaligus tujuan pembangunan. Jika di awal abad ke-
20 pembangunan antarbangsa menitikberatkan pada variabel ekonomik,
yang kemudian justru berdampak marjinalisasi sebagian masyarakat,
maka saat ini arti penting kesetaraan (equity), keamanan (security) dan
keberlanjutan (sustainability) menjadi perhatian sentral. Dalam Tujuan
Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals; MDGs) yang disepakati
oleh 189 negara pada tahun 2000, dinyatakan sejumlah prioAgenda
Riset Nasional 2006 – 2009
DEWAN RISET NASIONAL 2006 ritas pembangunan yang mencakup, di antaranya: penanggulangan kemiskinan dan kelaparan; kesetaraan akses ke layanan pendidikan dasar; kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan; penurunan
angka kematian anak; peningkatan kesehatan ibu; dan kelestarian
lingkungan hidup. Penegasan arti penting manusia dalam pembangunan
juga tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development
Index; HDI), yang berfokus pada ketersediaan pilihan manusia dalam
pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Liberalisasi perdagangan kini menjadi agenda sentral dalam kerjasama
ekonomi antarbangsa. Dengan berlakunya liberalisasi perdagangan
peranan pasar akan meningkat dalam mempengaruhi ekonomi
sebuah bangsa. Tetapi di negara yang mempromosikan prinsip
lais•sez-faire (yakni prinsip bahwa pasar dibebaskan dari campur tangan
pemerintah), peranan pemerintah tetap penting dalam mengatur
ekonomi untuk kepentingan kedaulatan negara tersebut. Bagi bangsa
Indonesia, tantangan dalam memasuki arena perdagangan liberal/bebas
adalah bagaimana mengembangkan hubungan di antara pemerintah,
para pelaku usaha/industri swasta, dan segenap unsur masyarakat lainnya
untuk mewujudkan ekonomi bangsa yang berdaya saing, dalam suatu
kerangka kedaulatan negara dan bangsa Indonesia.
Dalam persaingan ekonomi antarbangsa di abad ke-21 ini, arti
Penting pengetahuan menjadi pusat perhatian. Ketika industrialisasi
Modern berimbas pada sub-ordinasi pengetahuan di bawah faktor
produksi, berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat kembali posisi
pengetahuan. Dirumuskannya gagasan tentang Masyarakat Berbasis
Pengetahuan (Knowledge Based Society; KBS) dan Ekonomi Berbasis Pengetahuan
(Knowledge Based Economy; KBE) mencerminkan kristalisasi
upaya tersebut. Gagasan KBS dan KBE tersebut menegaskan peranan
penting pengetahuan dalam sistem inovasi; bahwa daya saing ekonomi
sebuah bangsa bukan hanya ditentukan oleh teknologi sebagai faktor
DEWAN RISET NASIONAL 2006
produksi, tetapi juga oleh pengetahuan dan kreativitas sebagai faktor
inovasi.
Alih-alih memisahkan pemerintah dari pasar, persaingan ekonomi
berbasis pengetahuan justru mendorong pengembangan hubungan yang
baru dan lebih erat di antara pemerintah, para pelaku usaha/industri
swasta dan para pelaku iptek. Di berbagai negara maju, kebijakan ekonomi
dan kebijakan iptek semakin terintegrasikan dan melahirkan kebijakan
inovasi, di mana arah pengembangan ekonomi, hukum, perdagangan,
industri, iptek dan pendidikan tinggi diselaraskan untuk meningkatkan
daya saing industri nasional. Bagi bangsa Indonesia yang berdaulat dan
menganut prinsip bebas-aktif, dibutuhkan suatu strategi peningkatan
daya saing industri yang mengombinasikan prinsip interdependensi
(melalui impor dan alih iptek) dan independensi (melalui penguasaan
iptek) sehingga daya saing ekonomi dapat dicapai dalam kerangka
kedaulatan bangsa (nation sovereignty).
Selain permasalahan daya saing, hingga hari ini bangsa Indonesia
masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan pembangunan yang
mendasar seperti meluasnya kemiskinan, masih terdapatnya potensi konflik
sosial, terbatasnya akses masyarakat ke layanan dasar (seperti layanan
pangan, kesehatan dan obat-obatan, energi, transportasi, informasi dan
komunikasi, dan rasa aman), serta terdegradasinya lingkungan hidup. Di
samping itu semua, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
bangsa Indonesia juga masih sangat terbatas, sehingga iptek bangsa
Indonesia belum memiliki peranan yang berarti dalam penyelesaian
berbagai permasalahan pembangunan tersebut. Hal tersebut berimplikasi
pada tingginya tingkat ketergantungan berbagai kegiatan
pembangunan terhadap teknologi impor. Kondisi tersebut menghadirkan
suatu tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk, di satu sisi,
membangun kemampuan
Disamping itu kita juga membutuhkan payung hukum yang akan melindungi segenap aktivitas yang berkembang artinya disini jangan sampai ada salah guna dan mamfaat kemajuan ini dengan niat buruk yang akan membahayakan kehidupan berbangs dan bernegara.
Peran serta lembaga pembuat dan penetap serta leggislasi di negara Kesatuan Republik Indonesia harus siap dengan kopetensi menghadang kemajuan yang biasanya lebih lambat daripada kenajuan tehnologi, sehingga kebiasaan dinegara ini setelah terjadi baru diselesaikan peraturan dan perundang-undangannya, seharusnya apa dahullukan peraturan peundang-undangan baru di tepakan tehnologi terapan yang akan diatur oleh hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Ricky)

Selasa, 14 Desember 2010

KONSTITUSI DAN KONSEPKWENSI NEGARA HUKUM "BY" RICKY IDAMAN SH.MH

Membicarakan masalah hukum konstitusi artinya membahas dua variabel, apa itu hukum? Dan apa yang dimaksud dengan konstitusi? Keduanya terkait erat dengan persoalan negara dan karena itu untuk memahami pengertian hukum konstitusi haruslah dipahami terlebih dahulu tentang negara itu sendiri. Negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Kurang tepat apabila negara dikatakan sebagai suatu masyarakat yang diorganisir. Adalah tepat apabila dikatakan diantara organisasi-organisasi di atas, negara merupakan suatu organisasi yang utama di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk dalam banyak hal campur tangan dalam bidang organisasi- organisasi lainnya.
Ada beberapa elemen atau unsur utama yang membentuk pengertian negara,antara lain :
a. Rakyat Unsur ini sangat penting dalam suatu negara, oleh karena orang / manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang pertama-tama berkepentingan agar organisasi negara berjalan baik. Merekalah yang kemudian menentukan dalam tahap perkembangan negara selanjutnya. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
b. Wilayah (teritorial) Tidak mungkin ada negara tanpa suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yabng jelas, penting pula keadaan khusus
wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara. Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas- batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk
memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan. Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir
©2004 Digitized by USU digital library

de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.
c. Pemerintahan Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara. Timbul pertanyaan, dari manakah pemerintahan memperoleh kekuasaan ini? Ada empat macam teori, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.
Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan “bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.
Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit) menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada
dalam wilayah suatu negara. Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak
alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah “alat negara”. Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats Idee. Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J.
Rousseau (Perancis) menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara. Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur Negara menjadi 4 bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).
BAB II
KONSTITUSI (CONSTITUTION) Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
A. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis
Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara.
Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam konstitusi di dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) dan “Konstitusi Tidak
©2004 Digitized by USU digital library

Tertulis” (Unwritten Constitution), ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang trmuat dalam undang-undang dan “Hukum
Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hamper semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di beberapa negara ada dokumen tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b. Aadanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dandilindungi Di inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam huruf a maupun pada huruf b yang dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu. Dokumen-dokumen tertulis hanya memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen dengan yang lain tidak sama. Karenanya dilakukan pilihan-
pilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan di Inggris tidak ada. Penulis Inggris yang akhirnya memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.”
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218
pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal. Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
B. Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, b) hubungan
antar lembaga negara, c) hubungan lembaga negara dengan warga Negara (rakyat) dan d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam
©2004 Digitized by USU digital library

undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. Contoh yang tepat adalah Inggris dan Kanada, artinya tidak memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Inggris yang memelopori seluruh dunia dengan suatu dokumen yang terkenal yaitu “Magna Charta” yang merupakan dokumen kenegaraan yang memberi jaminan hak-hak asasi manusia. Pada saat itu raja atas desakan para bangsawan (Baron atau Lord yang berkuasa atas daerah-daerah dari kerajaan Inggris) untuk menandatangani Magna Charta tersebut. Sebenarnya dokumen ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak serta wewenang para bangsawan, tetapi kemudian oleh umum dipandang sebagai jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dari rakyat yang dalam perkembangan selanjutnya tidak dikenal lagi bangsawan-bangsawan sebagai penguasa melainkan hanya Sang Raja sebagai pemegang puncak kekuasaan pemerintahan. Magna Charta terdiri dari 63 pasal yang menentukan dalam garis besarnya (pasal 1) adanya jaminan
kemerdekaan bekerjanya gereja Inggris dan kemerdekaan bergerak semua orang bebas (freeman) dalam kerajaan Inggris. Di samping itu dijamin dan dilindungi, antara lain:
1). Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil hasil pertanian dari
siapapun tanpa membayar harganya seketika itu juga kecuali apabila si
pemilik memberi izin menangguhkan pembayaran (pasal 28);
2). Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil kuda atau kendaraan
dari seorang yang bebas (freeman) untuk keperluan pengangkutan tanpa
izin si pemilik (pasal 30);
3). Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil kayu-kayu untuk
keperluan raja tanpa persetujuan si pemilik; Terkait dengan kemerdekaan orang-perorangan antara lain ditentukan:
1). Tidak ada seorangpun pegawai kepolisian yang akan mengajukan seorang di
muka pengadilan atas tuduhan tanpa kesaksian orang-orang yang dipercaya
(pasal 38);
2). Tidak seorang bebaspun (freeman) yang akan dimasukkan ke dalam
penjara atau dilarang berdiam di satu daerah tertentu kecuali atas putusan
oleh penguasa setempat atau dibenarkan oleh aturan negara (pasal 39);
3). Kepada siapapun tidak dapat diingkari atau ditangguhkan pelaksanaan haknya atau peradilan (pasal 40).
Dalam banyak hal ditentukan juga bahwa siapapun boleh meninggalkan kerajaan atau kembali dengan sehat dan aman melalui daratan atau perairan (laut) kecuali ada perang dan karena ditahan sesuai dengan aturan negara. Yang sangat menarik adalah aturan mengenai
pengangkatan/pengisian berbagai jabatan terkait dengan penegakan hukum, misalnya ditentukan tidak seorangpun diangkat sebagai hakim,
polisi atau jaksa, kecuali apabila orang itu benar-benar mengetahui aturan hukum negara, beritikad baik untuk melakukan fungsi jabatan yang
diisinya.
Ketentuan akhir dari Magna Charta antara lain menyatakan gereja Inggris adalah merdeka dan semua orang dalam kerajaan akan menikmati kemerdekaan, hak-hak serta fasilitas sebaik-baiknya dalam suasana damai tenteram sampai turun temurun atas itikad baik raja dan para bangsawan. Berbagai bagian dari Magna Charta ini diulangi lagi oleh raja Edward dalam “The great Charter Of Liberties Of England and Of The
Liberties Of Forest”. Memang di Inggris pernah ada semacam konstitusi tertulis yaitu pada saat Cromwell memegang tampuk kekuasaan
©2004 Digitized by USU digital library

pemerintahan (1653-1660) dengan satu dokumen yang disebut “The Instrument Of Government”, tetapi berlaku hanya sekali saat itu. Ada beberapa aturan (undang-undang) lain di Inggris tertentu, antara lain: The Habeas Corpus Act 1670, The Bill Of Rights 1689, The Act
Of Settlement 1700, The parliament Act 1911, The Statute Of Westminster 1931, The Representation Of The People Act (1928, 1945, 1948), The House Of Common Act 1944 dan The Parliament Act 1949.

PEMISAHAN /PEMBAGIAN KEKUASAAN

Hampir dapat dikatakan konstitusi di semua negara dimuat atau tergambar keberadaan suatu pembagian kekuasaan yang sudah dikenal yaitu kekuasaan membuat aturan/undang-undang (legislatif),
Kekuasaan melaksanakan aturan/undang-undang (eksekutif/administratif) dan kekuasaan peradilan (yudikatif). Gagasan atau ide dari Montesquieu mengajarkan dalam suatu negara harus ada pemisahan kekuasaan anatar satu dengan kekuasaan yang lain (Separation Of Power). Montesquieu adalah hakim Perancis yang melarikan diri ke Inggris dan gagasan pemisahan kekuasaan saat ia melihat praktek kekuasaan di Inggris. Jika demikian jelas bahwa materi muatan hamper setiap konstitusi di dunia mencontoh pada keadaan politik di Inggris, walaupun Inggris sendiri tidak memiliki konstitusi tertulis.
Pada abad 18 John Locke dalam buku karangannya “Two Treaties Of Government” membela gagasan Montesquieu dalam bentuk yang lain, yaitu:
1). Kekuasaan perundang-undangan
2). Kekuasaan melaksanakan sesuatu hal (eksekutif) urusan dalam negeri
yang mencakup pemerintahan dan peradilan, dan
3). Kekuasaan untuk bertindak terhadap anasir/unsur asing guna kepentingan negara atau warga negara, disebut sebagai kekuasaan negara “Federative power” sebagai gabungan dari berbagai orang-orang atau kelompok. John Locke melihat nama federatif mungkin kurang tepat, yang ia
pentingkan bukan nama tetapi isi kekuasaan yang olehnya dianggap berbeda sifatnya dari dua kekuasaan yang lain. Mengacu pada kalimat
“Melaksanakan sesuatu hal urusan dalam negeri” kiranya Locke lebih tepat dibanding dengan Montesquieu. Urusan dalam negeri yaitu pemerintahan dan peradilan pada dasarnya adalah melaksanakan hukum atau aturan yang berlaku. Locke menyebutkan urusan pkerjaan pengadilan sebagai “pelaksanaan” undang-undang.
Mengenai urusan pemerintah tidak hanya melaksanakan hukum yang berlaku, tetapi juga dalam keadaan tertentu (tak terduga) tidak termasuk dalam suatu peraturan/undang-undang.
Pada sisi lain kelihatan Montesquieu lebih luas dalam memahami kata “melaksanakan”, artinya mencakup pelaksanaan hak-hak negara terhadap
luar negeri yang disebutkan sebagai tindakan kekuasaan pemerintahan
suatu negara. Berbeda pandangan adalah C. Van Vollenhoven dalam buku
“Staatsrecht Over Zee” yang menyatakan dalam suatu negara ada 4
(empat) macam kekuasaan yaitu:
©2004 Digitized by USU digital library

1). Pemerintahan (Bestuur),
2).Perundang-undangan,
3).Kepolisian dan,
4).Pengadilan

Van Vollenhoven pada dasarnya memecah pemerintahan menjadi dua bagian yaitu:
1).Kepolisian sebagai kekuasaan mengawasi berlakunya hukum dan jika diperlukan dengan tindakan memaksa (toezicht en dwang/pengawasan da pemaksaan) dan
2).Pemerintahan yang tidak mengandung unsur mengawasi dan memaksa.
Apabila dikaitkan dengan Indonesia, ada kekuasaan ke 4 yaitu kejaksaan (kekuasaan menuntut perkara pidana) sebagai kekuasaan yang
ada di antara kekuasaan kepolisian dan pengadilan di muka hakim. Hal ini karena secara jelas kekuasaan kejaksaan terpisah dari kekuasaan kepolisian dan pengadilan.

Klasifikasi Konstitusi

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa hampir semua negara memiliki konstitusi. Apabila dibandingkan anata satunegara dengan negara lain akan nampak perbedaan dan persamaannya. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara.
Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written constitution and unwritten constitution);
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi
(Supreme and not supreme constitution)
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution)
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution) Ad.a. (Telah cukup jelas).
Ad.b. 1) Konstitusi fleksibel yaitu konstitusi yang mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:
a. Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah
b. Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-undang
2) Konstitusi rigid mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:
a. Memiliki tingkat dan derajat yang lebih tinggi dari undang-undang;
b. Hanya dapat diubah dengan tata cara khusus/istimewa

Ad.c. Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan
tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-undangan).
Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
Ad.d. Konstitusi Serikat dan Kesatuan Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
Ad.e. Konstitusi pemerintahan presidensial dan parlementer.
Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-
ciri antara lain:
- Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan
- Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih
- Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan pemilihan umum
Konstitusi dalam sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri
(Sri Soemantri) :
- Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen
- Anggota kabinet sebagian atau seluruhnya dari anggota parlemen
- Presiden dengan saran atau nasihat Perdana menteri dapat
membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan umum.
Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi sistem pemerintahan parlementer”. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di dalam UUD 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat cirri konstitusi pemerintahan parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.

DAFTAR BACAAN

Austin Ranney, 1966, The Government Of Man, New York : NY. Hoolt, Rennehart
and Winston inc.
Dahl, Robert A, 1982, Dilemma Demokrasi Pluralis, Terj. S. Simamora, Jakarta:
C.V. Rajawali
Dam B. Van, 1994, Constitutie Van de Russische Federatie, Leiden : Rijk
Universiteit
Derbyshire, J. Dennis and Ian, 1989, Political System Of The world, Edinburg : W &
R Chambers ltd
FRG Press & IO Of The Federal Govt. 1991, Germany, The Federation and The
Lander at a Glance, Bonn
FRG Press & IO Of The Federal Govt. 1991, Basic Law For The Federal Republic Of
Germany, Preamble, Bonn
Hatta, 1967, Kumpulan Karangan (I), Jakarta : Bulan Bintang
Logemann, J.H.A, 1948 Over de Theorie van een Stelling staatsrecht, Leiden :
Universiteit Pers Leiden
Padmo Wahyono, 1986, Konstitusi Soviet, RRC,Turki, Jakarta : Ghalia Indonesia
Rienov, Robert, 1964, Introduction to Government, third Edition, Revised, New
York : Alfred-A.Knopf
Sri Soemantri, 1987, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung : Alumn