Sabtu, 01 September 2012

AKSI TEROR DI KOTA SOLO BERINDIKASI GERAKAN POLITISI PILGUB GUBERNUR DKI ? OLEH : RICKY IDAMAN SH.MH

Dari beberapa pemberitaan televise di indnesia membahas tentang rusuhnya masyarakat Kota solo akan aksi teror,maka muncullah pertanyanyaan sekarang mengapa harus kota Solo jadi target pengancaman..? mungkinkah karena walikotanya Joko Wi yang sangat kuat kandidat Gubenur DKI..? bagaimana pemikiran anda…? Menurut pengamatan kami seharusnya kalau yang lebih potensial adalah Kota Metropolitan Jakarta Raya untuk diancam lebih besar skopnya bagi teroris jika ada politik internasional atau gerakan politk nasional yang tujuan kepada partai yang berkuasa atas ketidak puasan lapisan golongan masyarakat atau kelompok politik yang ingin berkuasa. Dasar pemikiran ada hubungan dengan gerakan teror di kota solo berindikasi Pilgub-DKI adalah kota solo itu di pimpin oleh Joko Wi, selama ini dikenal dengan kota yang paling aman dan sukses dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara nasional. Maka dengan kondisi ini nama “ jok wi “ terpopuler akan jatuh dan kesibukan Joko Wi sebagai walikota terfokus pada daerahnya Kota Solo sehingga suksesinya di DKI tidak focus lagi dengan Pemilihan Gubernur DKI karena daerah Kota Solo yang harus difokuskan bila ini tidak di perhatikan “joko wi,” maka masyarakat akan marah pada “Joko Wi “ dan tidak mendukung “ Joko Wi “ sehingga rivalnya “ Poke “ akan meraih keuntungan dari kondidi yang sepertinya di kondisikan sebuah orientasi dari analisa politik local sangat memanas secara terselubung dari rival politiknya melakukan upaya penjatuhan citra rival yang menang di putaran pertama “ JOKO WI “ dihubunngkan dengan kepentingan Rival politik “ Joko Wi “ sebagai kandidat Gubernur DKI yang ambisi berlebihan memanangkan suara pada putaran kedua ada kemungkinan membuat rekayasa dengan kejadian teror di Kota Solo yang terkenal secara nasional dan internasional, sebuah analisa politik praktis. Dengan kondidisi begini perpolitikan di Indonesia sangat menakutkan dengan cara begini ganas dan buas sekali, maka peraturan pemilihan umum dan Pilpres/Pilkada wajib di tinjau kembali untuk melaksanakan dengan pola satu putaran saja sekalipun tidak memenuhi standar peraihan lebih suara 50%. Disamping itu juga tindakan kekerasan perbuatan pelaku politik (politikus) berlaku “ lempar batu sembunyi tangan “ sulit dibuktikan baik secara Hukum Administrasi Negara atau secara hukum pidana, serta membutuhkan biaya banyak guna penyeledikan dan peradilannya, akhir-akhirnya peristiwa ini membuat tambahan biaya Negara, sehingga kepentingan masyarakat secara khusus adalah kesejahteraan merupakan tangungjwab negara kurang di fokuskan lagi . Bagi politisi local/nasional sebelumnya hanya menggunakan pola penyebaran issue terhadap rival dengan menggunakan alim ulama dan para ustad/ustadzah dll dengan mencari cela kelemahan Rival namun memungkinkan gerakan teroris ini bisa dijadikan alat perangkat usaha gerakan politik yang baru menjatuhkan rival ( Ricky-310812)